Dilarang Bersiul di Pendulangan Intan
BANJARMASIN – Tidak semua orang tahu, bahwa dalam kegiatan mendulang intan ada pantangan yang harus dipatuhi oleh para pendulang. Pantangan-pantangan ini adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Banjar, salah satunya adalah bersiul dan berkacak pinggang.
Selasa sore (2/2) dari pengalamannya waktu kecil, Tajuddin Noor Ganie yang sekarang menetap di Banjarmasin menuturkan “sejak kecil aku sudah akrab dengan lingkungan pendulangan intan. Kampung Guntung Lua, tempat tinggalku pada 1969-1979, merupakan salah satu lokasi pendulangan intan yang terbilang penting di kota Banjarbaru.
Kampung Guntung Lua terletak di tepi sungai Kemuning. Para pendulang intan yang aktif bekerja pada kurun waktu 1970-an pasti mempunyai kenangan tersendiri atas sungai Kemuning. Hal ini mengingat di tepi kiri dan kanan sungai Kemuning inilah mereka dulu bekerja mendulang intan.
Lokasi pendulangan intan di kota Banjarbaru ketika itu terbentang sepanjang dua kilometer. Mulai dari kampung Karamunting di hulu sampai ke kampung Guntung Lua di hilir. Terkait dengan aktifitas pendulangan intan di sepanjang tepi kiri dan kanannya inilah maka air sungai Kemuning selalu keruh sepanjang hari. Uniknya, hingga sekarang air sungai Kemuning masih tetap keruh. Padahal, sudah puluhan tahun kegiatan pendulangan intan tidak lagi dilakukan orang di sini” katanya.
Sejak usia 12 tahun Tajuddin telah mendulang, ujarnya “aku memulai karierku sebagai pendulang intan sejak 1970. Usiaku ketika itu baru 12 tahun. Aku lahir di Banjarmasin pada 1958. Mula-mula aku ikut ayahku mendulang intan di kampung Guntung.
Aku dan kakakku bertugas membawa batu dulangan dari tumpukannya di sekitar lokasi lubang galian ke lokasi pencuciannya di tepi sungai. Batu dulangan itu kami masukan ke dalam bakul purun lalu kami panggul sebakul demi sebakul ke lokasi pencuciannya. Jarak yang harus kami tempuh cukup jauh, sekitar 200 meter.
Aku masih ingat, ketika itu sering ditegur ayahku karena selalu berkacak pinggang. Sekali waktu aku bahkan ditimpuk orang dengan sebutir batu kerikil oleh seorang pendulang intan lain yang marah karena aku bersiul-siul di lokasi pendulangan intan. Belakangan barulah aku mengetahui jika berkacak pinggang dan bersiul-siul di lokasi pendulangan intan sangat tabu dilakukan” tutur Tajuddin. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar