Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

060111-kamis(jumat)-rumah adat banjar2 (Dm.080111)

Photo: mahfuz

SIMBOL KAHARINGAN-HINDU PADA RUMAH ADAT BANJAR

BANJARMASIN – Rumah adat masyarakat Banjar yang kaya dengan nilai-nilai filosofi, merupakan percampuran dari simbol-simbol kaharingan (suku Dayak) dan simbol dari agama hindu (masyarakat Jawa). Perkawinan dari dua budaya tersebut telah dimulai dari jaman kerajaan sebelum Islam masuk di tanah Kalimantan.
Kepercayaan suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu alam atas dan alam bawah. Kepercayaan itu disimbolkan dalam Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan lambang antara langit dan bumi
Mengenai perkawinan simbol pada rumah adat Banjar, Pemerhati Budaya Mukhlis Maman, menuturkan (6/1) “masa Kerajaan Negara Dipa sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang disembah dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwah nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Puteri Junjung Buih merupakan simbol perkawinan alam atas dan alam bawah.
Suryanata sebagai simbol dewa Matahari dari unsur kepercayaan Kaharingan-Hindu, matahari selalu dinantikan kehadirannya sebagai sumber kehidupan, sedangkan Puteri Junjung Buih berupa lambang air, juga lambang kesuburan tanah sebagai Dewi Sri di Jawa” ujarnya.
Kemudian katanya “pada masa kerajaan Hindu, istana raja merupakan lambang kekuasaan bahkan dianggap ungkapan berkat dewata. Pada arsitektur rumah adat Banjar yaitu Rumah Bubungan Tinggi masih tersisa pengaruh unsur-unsur tersebut. Seperti pada bentuk ukiran naga yang tersamar (bananagaan) melambangkan alam bawah sedangkan ukiran burung enggang melambangkan alam atas “ungkap Mukhlis. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar