Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

081210-rabu(kamis)-polemik ESKS (Dm.101210)

Photo: Cover Ensiklopedia Sastra Kalimantan Selatan

POLEMIK ENSIKLOPEDIA BALAI BAHASA BANJARMASIN

BANJARMASIN - Kalsel yang ternyata mempunyai tradisi sastra (sastra Banjar dan sastra Indonesia di Kalsel) yang berkembang dengan baik, tetapi perkembangan itu belum terdokumentasi dengan baik. Seperti penyusunan Ensiklopedia Sastra Kalimantan Selatan (ESKS) terbitan Balai Bahasa Banjarmasin, 2008.
Sebuah perbincangan singkat tentang perkembangan sastra Kalsel dengan cerpenis daerah, Sandi Firly pada Selasa malam (7/12) di pagelaran sastra Chantika di Taman Budaya Banjarmasin.
Mengenai komentar terhadap ESKS, Sandy menceritakan ulang dari tulisan (catatan) kritis Ivan Denisovitch, sastrawan yang tinggal di Banjarbaru. Tentunya sebagai pengingat akan suatu polemik yang pernah terjadi, dan kepedulian dari Ivan Denisovitch terhadap perkembangan sastra Kalsel. Ivan Denisovitch adalah nama samaran M.Rifani Djamhari, yang meninggal dunia tidak lama setelah menuliskan catatan kritis.
Menurut Ivan “bahwa ESKS belum terdokumentasi dengan baik (datanya tidak lengkap). Untuk menunjukkan keberadaan, kekayaan, dan keberagaman sastra serta tradisi bersastra masyarakat Banjar, sepatutnya diperlukan sebuah ensiklopedia yang datanya lengkap. 
Walaupun sebenarnya bukan yang pertama, (sekitar tahun 2001 Tajuddin Noor Ganie sudah menerbitkan Ensiklopedi Kesusastraan Indonesia di Kalimantan Selatan (1995 -1996)” katanya.
Kemudian Ivan melanjutkan “ESKS terkesan kurang aktual (up to date), belum sepenuhnya meng-cover perkembangan sastra mutakhir di Kalsel, yang juga banyak data lain yang tidak otentik sehingga terkesan menyesatkan pembaca. 
Juga sebagian sastrawan-sastrawan tua dan sastrawan-sastrawan muda yang rajin menulis  belum mendapat tempat dalam ESKS, seperti: A. Kusairi, A. Mudjahiddin S, A. Rasyidi Umar, A. Roeslan Barkahi, A.Rahman Al-Hakim, Abdussyukur MH, Ahmad Basuni,  Dewi Alfianti, Djarani EM, Hamberan Syahbana, Hari Insani Putera, Hudan Nur, Ian Emti, Imraatul Jannah, Isuur Loeweng,
Serta Jarkasi, Joni Wijaya, M. Fitran Salam, M. Fuad Rahman, Muhammad Radi, Nonon Djazuli, Radius Ardanias, Rosydi Aryadi Saleh, Rudi Ante, S. Surya, Sainul Hermawan, Salim Fachri, Sandi Firly, Sabri Hermantedo, Setia Budhi,  Shah Kalana Al-Haji, Sri Supeni, H. Syarifuddin R., TB M. Joenoes,  Udien Adiezt, Ulie S. Sebastian, Zulfaisal Putera, dan banyak lagi” ungkap Ivan.
Sedang Ensiklopedia tersebut menurut Balai Bahasa telah disebarkan ke berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini pada akhirnya melahirkan kritik lain dari kalangan sastrawan yang merasa tidak puas. Antara lain Tajuddin Noor Ganie mengusulkan untuk menyusun ESKS tandingan yang jauh lebih baik atau peredaran buku ESKS Balai Bahasa(yang dikhawatirkan menyesatkan) itu tidak perlu ditarik tetapi dipaksa direvisi ulang. Pendapat ini senada dengan Dewi Alfianti yang juga meminta revisi ESKS, bahkan katanya “kalau perlu usul ke Pusat Bahasa dan Depiknas”
Dilain pihak, kata Hari Insani Putera “polemik ini sudah berlangsung lama dan hingga kini, tidak ada tanggapan serius dari Balai Bahasa sendiri untuk menyelesaikan permasalahannya” pungkasnya pada Rabu (8/11) sore.  ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar