Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Minggu, 25 Desember 2011

090211-rabu(kamis)-polemik persyaratan nanang galuh.1 (Dm.120211)


Photo: Drs. M.Ilham Masykuri Hamdie,M.Ag

BAGAIMANA DENGAN NANANG DAN GALUH BANJAR YANG NON MUSLIM

BANJARMASIN – Remaja putra dan putri kota Banjarmasin tidak cuma dari kaum muslim, tapi juga banyak dari agama lain, yang tentunya mempunyai hak yang sama sebagai Nanang dan Galuh Banjar untuk memperkenalkan potensi pariwisata dan budaya daerah Banjar.
Terkait Keinginan Wakil Walikota Banjarmasin pada malam penutupan pekan Muharam awal januari yang lalu, untuk mempersyaratkan kriteria penilaian peserta lomba Nanang dan Galuh Banjar 2011, yang diwajibkan harus bisa membaca tulis Al Quran. Mulai mendapat kritik dari kalangan aktivis sosial, pemerhati budaya dan tokoh budaya di Banjarmasin. Walau pun keinginan Wakil Walikota Banjarmasin tersebut sudah mendapat dukungan positip dari MUI, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kota Banjarmasin.dan ketua BPKMRI Kota Banjaramasin.
Mengetahui persyaratan yang akan diwajibkan dalam Nanang dan Galuh, beberapa aktivis sosial senada berkata “apa cuma remaja putra dan putri muslim saja yang berhak ikut Nanang dan Galuh Banjar? Bagaimana dengan putra dan putri dari agama yang lain?
Tokoh sosial dan budaya, Drs. M.Ilham Masykuri Hamdie,M.Ag, pada Senin sore (7/1) angkat bicara, katanya “dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara ini kita harus mampu membedakan mana yang bersifat publik yang mana bersifat privat, tidak terkecuali dalam daerah.
Ketika kita bicara tentang persoalan-persoalan publik berarti harus bisa dipenuhi oleh semua segmen masyarakat dan disitu harus sangat terbuka tidak ada diskriminasi satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, soal kemampuan membaca Al Qur’an, itu bagi saya persoalan privat. Artinya ketika seorang muslim yang baik seperti Nanang dan Galuh Banjar harus bisa baca Al Qur’an, itu tidak salah. Tetapi ketika itu dijadikan sebagai syarat sebuah lembaga publik, akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan orang non muslim? Apa ada jaminan kalau  bisa baca Al Qur’an akan menjadi Nanang dan Galuh Banjar yang baik?” tanya Ilham.
Menurut Ilham Masykuri “kalau tujuan pemilihan Nanang dan Galuh Banjar adalah untuk mewakili pariwisata, maka itulah yang harus ditekankan dalam persyaratan. Seperti kemampuan memasarkan potensi pariwisata dan kemampuan berbicara tentang kebudayaan banjar. Atau yang lebih baik lagi kalu Nanang dan Galuh Banjar wajib menguasai kesenian daerah, apakah itu madihin, lamut, tari radap rahau atau menguasai kesenian tradisional yang lain, malah ini yang lebih penting.
Sekarang, kalau sudah ditetapkan bahwa peserta dari muslim harus bisa baca Al Quran dan kemudian di bina oleh BKPRMI, berarti tuntutan peserta dari agama lain juga harus dipenuhi, seperti kemampuan yang lebih dalam tentang Al Kitab dan kitab suci dari agama lainnya. Nah, apakh juri sudah siap? Bukankah malah menjadi ribet, karena juri harus menguji dan menilai itu semua.
Dalam daerah yang majemuk walau mayoritas muslim, kita harus menghargai hak antara satu kelompok dengan kelompok yang lain” ujar Ilham.
Dilain pihak Mata Banua bertanya dengan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kota Banjarmasin, Mujiyat, SSn, M.Pd, apakah selama ini peserta Nanang dan Galuh Banjar ada yang non muslim? Mujiyat menjawab “ya, ada. Maka untuk menambahkan persyaratan peserta Nanang dan Galuh Banjar, seperti yang diinginkan Wakil Wali Kota Banjarmasin, kita masih melakukan penjajakan dari reaksi masyarakat” pungkasnya. ara/mb05



Tidak ada komentar:

Posting Komentar