Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

091210-kamis(jumat)-chantika (Dm.111210)

Photo: mb/ara
CERPEN – Dari cerpen Chantika dan Bola Matanya karya Harie Insani Putra diangkat ke panggung teater oleh Andi Salahudin.

ADAPTASI CERPEN CHANTIKA KE PANGGUNG TEATER

BANJARMASIN – Tidak banyak naskah cerpen yang diangkat dalam pementasan teater khususnya di Banjarmasin. Berbeda dengan dunia layar lebar, panggung teater mempunyai keterbatasan dan hukum-hukum panggung yang harus dipenuhi.
Awal tahun baru Islam,  Selasa 7 Desember 2010 yang lalu, pukul 20.00 wita, di gedung pertunjukan Balairung Sari Taman Budaya Banjarmasin. Andi Salahudin mengadaptasi, menskenariokan dan menyutradarai cerpen dari Harie Insani Putra yang berjudul Chantika dan Bola Matanya keatas panggung teater. Pertunjukan Gelar Sastra ini sendiri dimainkan oleh Teater Wasi Putih (TWP) Politeknik Negeri Banjarmasin.
Sebagian dari hukum-hukum panggung saat pementasan, harus diabaikan oleh Andi agar bisa menampilkan imaji dari isi cerpen tersebut. Begitupula sebagian dari properti yang digunakan diluar dari konteks kewajaran yang seharusnya.
Menurut Andi, Chantika dalam cerpen adalah cerita sedih, sehingga agar tidak terlalu tragis, ia sedikit memasukkan kesan humor dalam pementasan teaternya. Pementasan ke dua setelah Chantika yang dimainkan TWP adalah berjudul Tapuntalnya Sebuah Cinta, karya dan disutradarai Adi Ridha Putra, yang kali ini memang benar-benar cerita komedi.
Dalam dialog seusai Chantika dipentaskan, Harie bertutur “dalam imajinasiku pada cerpen ini, Chantika adalah seorang gadis yang mempunyai mata yang indah, bening dan mempesona. Tetapi karena keindahan yang dimilikinya tersebut itulah ia harus mengalami tragedi yang memilukan hati dalam kehidupan” kata Harie.
Kebanyakan pertanyaan dalam dialog tersebut, lebih ditujukan kepada Andi sebagai sutradara. Seperti pertanyaan dari Sulisno, Dosen mata kuliah seni drama Sendratasik FKIP Unlam yang mengkritisi salah satu hukum panggung yang dikesampingkan (membelakangi penonton). Ada pula pertanyaan dari yang lain, yang mengkritisi penggunaan properti yang tidak sewajarnya.
Diluar dari dialog pementasan, Dzulman berkata “ada beberapa hal yang menggangguku dalam menikmati pementasan tadi, seringkali pemain berada pada dua sisi sudut panggung yang berjauhan (kanan dan kiri), sedang di tengah panggung kosong, sehingga pusat perhatian terpecah menjadi dua bagian, dan alur cerita yang terkesan datar.
Kemudian, tidak konsisten dengan tema cerita tragis. Kalau memang cerita sedih, memasukkan kesan humor tidaklah pada tempatnya. Karena bila itu adalah kesedihan dan kengerian, sedotlah perhatian penonton total didalamnya” ungkap Dzulman kepada Mata Banua seusai pementasan Chantika.
Sebelum pulang ke Banjarbaru, Harie menambahkan “terlepas dari semua kekurangan dalam pagelaran tadi, aku sangat berterimakasih kepada kawan-kawan yang telah berusaha menghidupkan tokoh dalam cerpenku ke panggung teater” pungkasnya. ara/mb05

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar