Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

110711-senin(selasa)-TB.PKBSS-mamanda dinas

Photo: mb/ara

MENDOBRAK – Sirajul Huda tampil dalam Pekan Kemilau Banua Seribu Sungai, dengan menggelar Mamanda Dinas, untuk mendobrak Mamanda Tradisi

Mendobrak Mamanda Tradisi

BANJARMASIN – Perkembangan zaman dan semakin beragamnya etnis di Kalsel, akan mempengaruhi kesenian daerah. Bertambahnya etnis pendatang dari luar Kalsel yang sudah pasti membawa kesenian daerah mereka sendiri, harus disikapi dengan bijaksana.
            Apabila, orang Banjar tidak menyikapi hal ini, maka bisa menjadi kemungkinan kesenian tradisional Banjar akan tergeser kepopulerannya di daerah sendiri, sehingga lambat laun semakin terlupakan, dan hanya menjadi catatan sejarah.
            Inovasi dan kreasi pada kesenian tradisi Banjar, merupakan suatu sikap yang harus diambil oleh pelaku seni tradisi Banjar. Inovasi bukan berarti secara total menghilangkan akar dan ciri khas dari kesenian tradisi tersebut, namun memberikan warna baru pada tampilan, sehingga memberikan kesegaran baru, yang pada akhirnya menimbulkan keinginan tahuanan dari generasi muda, tentang seperti apa tradisi yang sebenarnya.
Pada akhir 2010, Mata Banua mendengar kabar, bahwa salah satu tokoh kesenian Banjar yaitu Sirajul Huda, yang ingin mementaskan kesenian Mamanda, tapi dengan  nuansa tampilan baru dalam bentuk yang lebih modern. Keinginan tersebut, mendapat kritikan dari banyak tokoh Mamanda yang ada di Kalsel, yang tidak setuju terhadap perubahan dari kesenian tradisi.
Kekakuan para tokoh tradisi terhadap pakem kesenian, yang menyebabkan banyak kesenian tradisional kalah bersaing dengan kesenian modern, atau kesenian tradisional dari daerah lain yang masuk di Kalsel. Kekakuan yang menyebabkan generasi muda, takut untuk berinovasi dan berkreasi terhadap kesenian daerah Banjar.
Jumat, 8 Juli 2011 yang lalu, pada pukul 20.00 Wita dalam Pekan Kemilau Banua Seribu Sungai (PKBSS) Taman Budaya (TB) Kalsel, di Gedung Balairung Sari, akhirnya Sirajul Huda yang juga tokoh tari daerah Kalsel, mementaskan kesenian Mamanda yang bernuansa kekinian.
Mamanda Dinas, itulah nama yang diberikan oleh Sirajul Huda untuk mamanda yang ia tampilkan dengan judul Taparukui, sebagai persembahan pagelaran dari daerah Banjarbaru. Isi naskah yang dibuat oleh Sirajul Huda sendiri, menceritakan tentang sebuah desa di Banjarbaru, dengan tema pemerataan pendidikan.
Alkisah, anak kepala desa yang merasa sedih melihat kawan-kawan di desanya,  tidak bisa melanjutkan pendidikan karena kekurangan biaya, hingga akhirnya ia meminta kepada ayahnya agar membantu anak-anak desa tersebut agar bisa kembali melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Mengenai inovasi mamanda dan kritikan yang diterimanya, Senin (11/7) sore, kepada Mata Banua, Sirajul Huda berkata “sebelumnya, memang banyak mendapat kritikan, tapi kalau kita tidak berani melakukan inovasi, akhirnya kesenian tradisi kita akan kalah bersaing dengan kesenian modern atau kesenian dari daerah lain yang masuk di Kalsel.
Di Banjarbaru, warganya multi etnis, terutama dari etnis Jawa, yang tentunya mereka membawa tradisi kesenian sendiri, seperti ketoprak. Kalau hanya ketoprak yang ditampilkan, bagaimana dengan kesenian Mamanda kita.
Bentuk Mamanda Tradisi, akan sulit diterima oleh masyarakat yang multi etnis, juga oleh masyarakat modern. Oleh sebab itu perlu sedikit modifikasi baru, tetapi tidak merubah akar dari tradisinya” ujarnya.
Menurut Rajul “Jumat malam kemaren, adalah pertama kali Mamanda Dinas ditampilkan di atas panggung Taman Budaya Kalsel. Modifikasinya sendiri hanya pada kostum, sebutan nama pemain, dan nyanyian yang biasanya dibawakan raja, diganti dengan tarian.
Kalau pada Mamanda Tradisi, menggunakan suasana kerajaan dengan sebutannya masing-masing, tapi pada Mamanda Dinas ini, disesuaikan dengan keadaan pemerintahan sekarang. Kalau dulu adalah raja, maka sekarang ada gubernur, walikota, bupati, camat ataupun lurah. Oleh karena itu aku sebut dengan Mamanda Dinas.
Kedepannya, apakah namanya Mamanda Modern atau yang lainnya, itu tidak masalah. Jadi walau ada kritikan, kita tetap maju untuk memberikan nuansa baru, agar kesenian tradisi kita terus berkembang dan dikenal luas oleh masyarakat” pungkasnya. ara/mb05


Tidak ada komentar:

Posting Komentar