Di Kalsel Prosa Berkembang Miskin Di Banding Puisi
Menurut salah seorang Sastrawan senior Kalsel, Micky Hidayat beberapa waktu yang lalu, menceritakan “tercatat sejak tahun 1930-an, Kalsel merupakan lahan yang sangat subur bagi pertumbuh kembangan spesies yang bernama puisi atau makhluk yang lazim digelari penyair.
Sejarah telah mencatat, pada sekitar dekade 40-an, sajak-sajak Maseri Matali sudah bersahut-sahutan dengan karya-karya Chairil Anwar, dan beberapa penyair berpengaruh lainnya, yang kala itu sedang giat dan dengan suntuknya meramaikan dunia sastra di tanah air, melalui sejumlah majalah yang terbilang sangat prestisius semacam Mimbar Indonesia, Pantja Raja dan Spektrum (Jakarta).
Di sebut-sebutnya nama Maseri Matali oleh HB Jassin, melalui esai pertamanya dalam buku bertajuk Tiga Penyair dan Daerahnya (1952), setidak-tidaknya telah menjadi semacam legitimasi tak langsung atas popularitas dan kewibawaan penyair asal Tanah Banjar tersebut dia antara sederet nama penyair nasional papan atas lainnya.
Selepas Maseri Matali, maraknya pertumbuh kembangan puisi dan kepenyairan di Kalsel terus berlanjut dari satu generasi ke generasi selanjutnya, hingga sekarang. Ratusan nama telah tercatat meramaikan kepenyairan di Kalsel” ujarnya.
Menurut Micky “gambaran tentang eksistensi dan kontinuitas kepenyairan semacam ini, boleh jadi menunjukkan bahwa Kalsel selama ini memang merupakan gudang penyair, atau bahkan sebagai salah satu daerah yang surplus puisi dan penyair.
Namun, tidak sebagai mana maraknya penulisan puisi, sejarah pun telah mencatat bahwa sepanjang perjalanan sastra Indonesia modern, ternyata Kalsel senantiasa tampil sebagai daerah yang minus karya dan penulis prosa (fiksi) atau cerpen” pungkasnya. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar