Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

121210-minggu(senin)-sertifikasi guru1

PROBLEMATIKA SERTIFIKASI GURU

BANJARMASIN – Undang-undang Republik Indonesia No.14 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Menurut Achmad Syarwani, S.Pd. “sertifikasi guru merupakan hal baru di Indonesia, jika disbanding beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia mereka sudah lama memberlakukan sertifikasi guru secara ketat.
Sementara di Korea Selatan dan Singapura tidak melakukan sertifikasi guru, tetapi melakukan kendali mutu dengan mengontrol secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil guru” ujarnya.
Namun kata Syarwani, melanjutkan “semua itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru yang bermutu. Sedangkan pada kenyataannya di Indonesia belum ada standar Kompetensi Guru seperti di Negara lain. Dengan kondisi saat ini, konsekwensi sertifikasi yang sudah dijalankan, masih sulit mengukur keprofesionalisan seorang guru.
Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah memiliki kompetensi yang hanya berlandaskan pada asumsi bahwa mereka telah tersertifikasi, tampaknya dalam jangka panjang sulit untuk dipertanggung jawabkan secara akademik” ujarnya.
Guru SMPN 12 Banjarmasin ini memaparkan pula, bahwa “bukti tersertifikasinya para guru adalah kondisi sekarang, yang secara umum merupakan kualitas sumber daya guru sesaat setelah sertifikasi. Oleh karena sertifikasi erat kaitannya dengan proses belajar, maka sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul sepanjang hayat.
Paska sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat” ungkapnya.
Kemudian Syarwani mengutif istilah I Wayan Santyasa, tentang penyakit yang dapat menggerogoti para guru, katanya yaitu “(1) asma: asal masuk, (2) jadul: jaman dulu, (3) kram: kurang terampil, (4) kudis: kurang disiplin, (5) kusta: kurang tanggap strategi, (6) lemas: lemah memotivasi siswa, (7) lesu: lemah sumber (8) TBC: tidak banyak cara, (9) mual: muatan lemah, (10) tipes: tidak punya selera.
Guru yang lulus melalui jalur pendidikan dan pelatihan profesi guru, seharusnya banyak guru setidak-tidaknya melalukan penelitian tindakan kelas, karena dibekali pembuatan proposal penelitian tindakan kelas, tapi sesampainya di tempat kerja jarang disentuh apalagi ditindak lanjuti, serta banyak guru-guru yang bertahan pada posisi kepangkatan Pembina/IV-a karena terganjal pengembangan profesi pembuatan karya ilmiah” tutur Achmad Syarwani, S.Pd  pada seminar pendidikan di Unlam Banjarmasin beberapa waktu yang lalu. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar