Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 30 Desember 2011

150411-jumat(sabtu)-Raudal. koki sastra


Kreator Sastra Adalah Seorang Koki

BANJARMASIN – Para kreator sastra, melalui proses kreatifnya, mengolah hal-hal yang menarik untuk dijadikan teks sastra. Bagai seorang koki ia mengolah bahan dan bumbu, lalu terciptalah menu-menu kehidupan untuk dihidangkan kepada pembaca.
Dalam perbincangan Mata Banua melalui telepon dengan Raudal Tanjung Banua pada Jumat (14/4), ia mengatakan “seorang penulis sastra ibarat seorang koki yang menghidangkan makanan kata kepada pembaca.
Sebagai koki kreatif, yang selalu bergulat dengan kehidupan sosialnya, sering kali hidangan sang kreator tidak enak. Kadang ia sinis menuding, kalimatnya tajam mengiris, kata-katanya sulit, temanya berat, konfliknya tinggi, karakter tokoh sukar ditebak, ceritanya berbelit. Kadang keluar dari norma umum, sehingga pembaca yang menginginkan hiburan sesaat, akan kelabakan.
Sementara itu seorang pembaca, dituntut sama kreatifnya dengan koki sastra. Jika ia ingin mendapatkan sesuatu yang berbeda dari kehidupan, yang belakangan semakin monoton saja oleh penyeragaman industri dan kapitalisasi ini” katanya.
Pada 28 November 2010 yang lalu, Raudal Tanjung Banua, Koordinator Komunitas Rumah Lebah yang tinggal di Yogyakarta, pernah menjadi salah satu nara sumber pada seminar di Aruh Sastra Kalsel VII di Tanjung.
Lanjut Raudal “mengapa seorang sastrawan berbeda dengan koki pop konvensional dalam menghadirkan olahannya? Tentu saja, karena jauh sebelum mengolahnya. Seorang sastrawan tidak menemukan begitu saja dirinya sebagai seorang koki, yang bisa mengolah semua bumbu, rempah dan bahan kehidupan itu
Namun pertama-tama ia adalah pengumpul bahan yang tekun, sebanyak-banyaknya, dengan berbagai cara dan upaya. Pengalaman hidup, peristiwa peristiwa yang ia alami atau saksikan, bacaan dan referensi, pergaulan dan jaringan, riset atau penelitian, dan seterusnya. Itu semua merupakan hal-hal yang perlu mereka miliki, sehingga benar kata Subagio Sastrowardoyo: Sastrawan tidak lahir dari ruang hampa.
Dari sisi pembaca, berkat ruang interpretasi yang luas, seseorang bisa belajar banyak hal dan memetik hikmah dari teks sastra yang dibacanya, tanpa merasa digurui” ujarnya.
Menurut Raudal “kita tahu, teks sastra tidak bersifat dogmatik, tapi dimensional dan universal. Itulah sebabnya, kita bisa lebih paham sejarah dan budaya suatu bangsa lewat sebuah novel ketimbang diktat sejarah dan antropologi di sekolah-sekolah.
Karya sastra yang baik adalah tempat kita belajar banyak hal, dan itu jauh lebih menarik dan asyik. Kita tahu, sebagai karya kreatif, sastra menjadi unik.
Faktor penyebab dari keunikan karya sastra, setidaknya dari sisi kepengarangan ada lisensi-puitika; seorang pengarang mempunyai hak ke luar dari bahasa baku jika memang itu dirasa perlu, mendobrak pakem dan konvensi, namun tanpa kehilangan unsur komunikasinya” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar