Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

200111-kamis(jumat)-pluralisme (Dm.240111)

PEMAHAMAN SALAH TERHADAP  PLURALISME

BANJARMASIN – Sejauh mana perubahan pluralisme dalam masyarakat, dilihat dari sudut pandang masyarakat dalam mengartikan pluralisme. Masih banyak masyarakat  yang salah dalam memaknai pluralisme yaitu pemikiran bahwa semua agama itu sama, sehingga penolakan terhadap pluralismelah yang terjadi.
M.Ilham Masykuri Hamdie, pada beberapa waktu yang lalu (15/1) berkata “agar tidak salah persepsi dalam mengartikan pluralisme, kita harus tahu apa arti pluralisme itu. Pluralisme adalah suatu konsep yang mencoba mengembangkan kemajemukan menjadi produktif dalam membangun kebudayaan dan peradaban bangsa dan daerah.
Keaneka-ragaman, selain adalah suatu fakta yang tidak dapat diingkari, tapi juga suatu potensi yang membawa kebaikan dan sekaligus perpecahan. Karena itu pluralisme harus dipahami tidak hanya menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, tapi meniscayakan adanya keterlibatan aktif terhadap pluralitas itu” ujarnya.
Menurut Ilham “konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme terhadap agama, atau menyamakan agama-agama. Ide pluralisme justru berangkat dari anggapan bahwa agama-agama itu tidak sama.
Tapi yang dikehendaki dalam pluralisme yaitu adanya pengakuan secara aktif terhadap agama-agama itu, bersedia mengakui hak kelompok lain dan berlaku adil atas dasar perdamaian dan saling menghormati. Inilah pesan yang dibawa pluralisme. Yakni agar masyarakat yang bermacam-macam latar belakangnya, termasuk berbagai agama, bisa hidup berbagi dan bersama.
Dimana pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai, ungkap tokoh pluralisme Kalsel ini, bahwa “pluralisme ada dimana-mana, tetapi seseorang dapat dikatakan menyandang sifat pluralisme bila ia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan yang majemuk.
Pluralisme tidak boleh dipahami sekedar kebaikan negatif yang dilihat kegunaannya hanya untuk menyingkirkan fanatisme, tetapi harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
Pada dasarnya hubungan antar manusia, hanya ada dua yaitu konflik dan harmoni. Konflik dimotori oleh semangat egoisme yang berujung pada keengganan untuk berdialog. Konflik mengerdilkan kemanusiaan dan membuat kebudayaan hanya jalan ditempat. Sebaliknya, harmoni bekerja dengan basis kepercayaan, kehormatan dan harga diri yang secara sukarela membuka pintu dialog dan kerjasama” katanya
Ilham Masykuri Hamdie menegaskan “pluralisme sebagai kerangka hubungan yang saling menghormati dan bekerja sama tanpa konflik adalah sebuah definisi ideal yang perlu diimplimentasikan dalam konteks sosial, politik, dan budaya.
Sehingga pluralisme tidak hanya dipahami sebagai kata benda dan situasi ideal, melainkan sebuah kata kerja yang melahirkan kerangka kerja aktual dalam situasi sosial-politik, budaya dan pergeseran relasi-relasi antar kelompok dan kepentingan di dalamnya, baik secara nasional maupun daerah yang menuju sebuah equilibrium sosial” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar