Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

220811-senin(selasa)-tetapkan rumusan budaya banjar

Rumusan Budaya Banjar Harus Segera Di Tetapkan

BANJARMASIN – Jangan membingungkan generasi muda, dengan perdebatan dan diskusi yang tiada ada kesudahannya, sementara rumusan, kesepakatan, dan ketetapannya tidak pernah di buat menjadi suatu dasar dalam bentuk buku untuk pengajaran.
            Kalau sudah ada buku yang dengan jelas menerangkan seni dan budaya Banjar, lalu di bagikan ke setiap sekolah dan perpustakaan, maka generasi muda bisa mempelajarinya dengan baik, inilah yang seharusnya dilakukan” ungkap Sirajul Huda dengan Mata Banua pada akhir Juli 2011 yang lalu.
            Apa yang dikatakan Sirajul Huda memang tidak berbeda dengan Prof MP Lambut, serta Mukhlis Maman. Perdebatan dan diskusi bukan hal yang penting lagi saat ini, karena malah menyebabkan semakin biasnya seni dan budaya Banjar.
Seperti halnya tentang sebutan sebagai orang Banjar, beragam definisi dilontarkan, hanya menjadi pro dan kontra yang berkepanjangan. Menurut Mukhlis “siapapun orangnya, entah dia dari etnis mana saja, bila ia mengaku sebagai orang Banjar, walau berada di luar tanah Banjar, maka ia adalah orang Banjar. Cukup itu sebagai definisi” katanya.
Pendapat Mukhlis diamini pula oleh Sirajul yang mengatakan “yang dicari itu orang Banjar ataukah etnis? Bila membicarakan etnis maka Banjar tidak ada. Kalau kita tarik keatas, yang namanya orang Kalimantan itu mesti Dayak, inilah akibatnya bila mencari etnis.
Kalau dikatakan identitas orang Banjar itu bahasa, tapi bahasa Banjar itu bahasa siapa? Kalau kita mengambil bahasa bukit, bukan bahasa Maanyan atau Ngaju, bahasa bukit itu yang seperti ini, yang sebenarnya biasa kita gunakan sehari-hari. Hingga garis akhirnya mesti kembali lagi ke Dayak, inilah akibatnya bila membicarakan etnis.
Jangan pula mencari asal dari tradisi, dari mana trasisi itu berasal, itu urusan orang bahari, misalnya seperti wayang gong yang dikatakan mengadaptasi wayang wong dari Jawa. Kalau sudah ada di Banjar sejak dulu, maka wayang gong memang punya orang Banjar” ujar mantan kepala Taman Budaya Kalsel dan Musium Lambung Mangkurat ini.
Rajul Menambahkan “bahkan tari baksa kembang pernah di klaim oleh Banyuwangi, sekarang kita lihat apa di sana masih ada, kalau tidak ada lagi, berarti tari baksa kembang itu milik orang Banjar.
Kemudian Kaltim pernah mengatakan bahwa mamanda punya mereka, setelah di selidiki yang memainkannya adalah orang Banjar juga. Walaupun di kaltim ada mamanda, di tambilahan ada mamanda, tapi setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing. Ciri khas itulah yang menjadi milik kita, itulah seni dan budaya Banjar.
            Tidak ada jalan lain, para pelaku , pemerhati dan akademisi seni dan budaya, atau seperti Lembaga Budaya Banjar (LBB) dan lembaga lainnya, harus duduk sama-sama tanpa mementingkan pendapat pribadi atau kepentingan sempit, mari buat rumusan yang jelas dan mudah di pahami, bagi generasi daerah kita mendatang” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar