Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 30 Desember 2011

270511-jumat(sabtu)-marimba

Marimba Kearifan Lokal Masyarakat Banjar

BANJARMASIN – Masyarakat tradisional Banjar mempunyai kearifan sendiri dalam mengolah lahan pertanian rawa, dengan cara Marimba atau Barimba.. Sehingga lapisan tanah yang mengandung Pirit tidak sampai keluar kepermukaan.
Menurut Ir Hastirullah Fitrah beberapa waktu yang lalu, pirit adalah mineral tanah yang mengandung unsur besi dan belerang, disebut juga bahan sulfidik. Kandungan kimia Pirit yang dirumuskan dengan FeS2, apabila keluar kepermukaan tanah kemudian teroksidasi dengan air di udara terbuka, akan menjadikan tanah masam dan menjadi racun bagi tanaman. FeS2 dikatakan juga sebagai salah satu penyebab pemanasan global.
Di daerah Jawa, mengolah lahan pertanian agar gembur dengan cara di cangkul atau di bajak atau dengan menggunakan teknologi yaitu dengan traktor. Sedangkan masyarakat tradisional petani Banjar, mengolah lahan pertanian rawa mereka dengan cara marimba dengan alat yang disebut tajak.
Tajak adalah sejenis parang yang mempunyai gagang yang panjang dan membentuk sudut 90 derajat atau menyerupai huruf L. Pungsi tajak hampir sama dengan cangkul, yaitu membalikan tanah. “Sedangkan cangkul sulit digunakan di lahan pertanian yang tergenang air cukup dalam” kata Purek III Universitas Achmad Yani (Uvaya) Banjarmasin ini yang juga sebagai dosen pengajar Ilmu Tanah di Fakultas Pertanian Uvaya di Banjarbaru.
Membicarakan kearifan lokal, pemerhati budaya Mukhlis Maman pada Kamis (26/5) malam, menegaskan “masyarakat tradisional Banjar mempunyai banyak kearifan lokal dalam mengolah lahan pertanian khususnya di lahan rawa atau lahan gambut, salah satunya yang di sebut marimba.
Marimba menggunakan alat tradisional yang di sebut dengan tajak. Di beberapa daerah di Kalsel, marimba di sebut juga manajak, marincah, marangai, atau manabas” ujarnya.
Dilain pihak Marzuki (65) yang tinggal di Banjarmasin, dengan pekerjaan sehari-hari sebagai tukang ojek, dan bila musim tanam padi baru ia menggarap sawahnya di Gambut Kabupaten Banjar, pada Jumat (27/5) siang, mengatakan bahwa tajak ada bebeberapa macam, antara lain ada tajak bulan, dan tajak parang. Setiap tajak mempunyai fungsi masing-masing
Ia lebih suka menggunakan tajak, dari pada menggunakan traktor. Dengan alasan, apabila menggunakan traktor, pada awalnya tanah sangat luluk (gembur), tapi setelah itu tanah akan pisit (keras). Selain itu setelah musim panen, rumput akan tumbuh lebih banyak dari sebelumnya. Serta tanah yang sangat luluk, bila ditanam padi akarnya tidak kuat, sehingga bila angin bertiup kencang, akar padi akan mudah tercerabut.
Beda dengan menggunakan tajak tanah tidak terlalu luluk. Karena tanah pada prinsipnya dibalikkan, yaitu bagian yang subur diletakkan keatas. Dan akar rumput yang awalnya di dalam atau di bawah tanah, menjadi terbalik ke atas, sehingga akan busuk, dan memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh kembali.
“Tanah yang tidak terlalu luluk, akar padi akan cukup kuat berada di tanah, walau di tiup angin kencang, tidak akan tercerabut” pungkasnya. ara/mb05.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar