Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 30 Desember 2011

280411-kamis(jumat)-kerajaan banjar.1 (Dm.020511)


Photo: Prof Helius Sjamsuddin Phd MA

Sultan Yang Tewas Dalam Keyakinan

BANJARMASIN – Sejarah panjang perjuangan kerajaan Banjar dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda, menyisakan catatan-catatan tentang keberanian dan ketulusan sepak terjang para tokohnya. Salah satu tokoh pejuang dari kerajaan Banjar yaitu Sultan Muhammad Seman (1835-1905).
Prof Helius Sjamsuddin Phd MA Guru Besar UPI Bandung, pada seminar nasional kesejarahan, yang diadakan oleh Prodi Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, pada 16 April 2011 yang lalu, mengatakan “kerajaan Banjar berdiri sejak abad ke-16, dan pada 1860 dibubarkan oleh Belanda. Kemudian wilayahnya ditempatkan langsung di bawah pemerintahan Hindia Belanda (Gubernemen).
Seperti layaknya sebuah kerajaan, tentunya tidak luput dari hangar binger suksesi dan persaingan perebutan tahta kekuasaan, baik itu intrik-intrik istana, maupun pembunuhan-pembunuhan politik. Hingga Perang Banjar pada 1859, menjadi puncak sejarah berakhirnya kerajaan Banjar.
Seperti sejarah dari kerajaan-kerajaan besar Nusantara lainnya, sejarah kerajaan Banjar adalah sebuah tragedy, semua berakhir murung, perlawanan berkesudahan dengan kelelahan. Para pelawan satu-demi-satu, kalau tidak tewas dalam peperangan, mereka menyerah dan diasingkan sebagai pecundang” ujarnya.
Lanjut Helius “Sultan Muhammad Seman yang di juluki Raja Air Barito. Sedangkan Belanda menyebutnya pretendent yang artinya sultan yang tewas dalam membela apa yang menjadi keyakinannya.
Meskipun banyak yang belum diketahui secara rinci tentang tokoh ini, namun dari serpihan informasi yang diperoleh dari pihak Belanda, dari laporan mata-mata dan informan pribumi, dari surat-menyurat yang jatuh ketangan Belanda dan tersimpan baik dalam arsip-arsip dll. Dapatlah sudsah merekontruksi riwayat perjuangannya.
Muhammad Seman adalah putra Pangeran (Panembahan) Antasari. Ia lahir kira-kira pada 1835, karena ketika Sultan Muhammad Seman tewas dalam kontak senjata dengan Belanda di Kalang Barah, Sungai Menawing pada 1905, pihak Belanda memperkirakan usianya sekitar 70 tahun.
Jika perkiraan ini benar, ketika perang Banjar pecah pada 1859, usianya 24 tahun dan setahun atau dua tahun lebih muda dari saudaranya yang lebih tua tetapi lain ibu yaitu Gusti Muhammad Said” katanya.
Menurut Helius “perjuanga yang panjang dilakukan Muhammad Seman melawan kolonialis Belanda, dilakukan dari pedalaman Kalimantan. Sebuah perjuangan yang panjang dan tanpa mengenal menyerah, walau dalam kondisi hidup yang melarat.
Sampai pada 24 Januari 1905, dalam sebuah patroli Belanda yang dipimpin oleh komandan marsose yang merangkap juga sebagai penguasa sipil Puruk Cahu, letnan H.Christoffel, berhasil mengepung Muhammad Seman di rumah ladangnya Kalang Barah, Sungai Menawing.
Terjadi kontak senjata yang sengit, Muhammad Seman menolak menyerah hingga ia tewas ditemnak bersama dua orang pengawalnya. Dan mayatnya dimakamkan di Puruk Cahu” pungkasnya. ara/mb05


Disetor 200411-rabu(kamis)-tidak dimuat
Disetor ulang 280411-kamis(jumat)-dimuat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar