Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 30 Desember 2011

310511-selasa(rabu)-6 vihara buddha

Photo: mb/ara

ALIRAN – Tiga aliran (Buddhisme, Taoisme, dan Konfuciusisme) dalam satu vihara, seperti yang terlihat pada vihara atau kelenteng Tri Dharma Tri Soetji Nurani di jalan Kapten Pere Tendean (pecinan laut) Banjarmasin

Keberagaman Dalam Enam Vihara Buddha Di Banjarmasin

BANJARMASIN – Beragam bukan berarti berpecah, tetapi adalah kebersamaan dan saling teloransi. Keberagaman yang juga terlihat dalam aliran (sangga) 6 vihara Buddha di Banjarmasin. Kenyataan itu yang di tunjukkan umat Buddha di Kalsel dalam memperingati Dharmasanti Waisak, pada Sabtu malam, 28 Mei 2011 di Shinta Restoran Banjarmasin.
            Dalam pesan sambutan pembukaan Dharmasanti Waisak, ketua Mettacittena DPD Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Kalsel, Drs Ec Sumpono Kangmartono MM, mengatakan “umat Buddha di Kalsel yang tergabung dalam beberapa majelis atau sekte melaksanakan Dharmasanti Waisak 2555 BE/2011, dengan penuh rasa kebersamaan, kerukunan dan kekeluargaan.
Kita berdoa, agar beragam bencana yang melanda dewasa ini, baik itu gempa bumi, tsunami, badai, tanah longsor, gunung meletus, aksi teroris dan yang lainnya, tidak terjadi lagi. Sehingga, dengan semangat kebersamaan itu, hidup menjadi lebih damai bersaudara.
Kedamaian yang perlu diwujudkan dan direnungkan serta dijadikan acuan, untuk memperbaiki moralitas, mentalitas dan spiritualitas, dengan harapan dan tujuan agar bumi ini kembali normal, alam menjadi harmonis, umat manusia bisa hidup rukun sejahtera dan langgengnya perdamaian dunia, sehingga kondisi bumi ini nyaman untuk dihuni” ujarnya.
Sementara itu Yohanes Handoko ketua tempat ibadah Tri Dharma, mengharapkan agar tali silaturahmi antar umat beragama semakin meningkat, dan pembangunan daerah berjalan dengan baik.
Mengenai keberagaman dan keunikan pada vihara umat Buddha di Banjarmasin, Awang Sumargo ketua panitia waisak bersama, sambil memperlihatkan buku  kegiatan Dharmasanti, ia memaparkan “ vihara adalah rumah ibadah agama Buddha, bisa juga dinamakan kuil. Kelenteng adalah rumah ibadah penganut taoisme, maupun konfuciusisme.
Tetapi di Indonesia, karena orang yang ke vihara (kuil/kelenteng), umumnya adalah etnis tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk di bedakan, karena sudah terjadi sinkritisme antara Buddhisme, Taoisme, dan Konfuciusisme dalam satu vihara, seperti yang terlihat pada vihara atau kelenteng Tri Dharma.
Banyak yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual.
Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.
Tapi, seperti yang kita lihat dalam perbedaan fungsi vihara itu terdapat perpaduan dan kebersamaan umat Buddha, Tao, dan Konfucius di Banjarmasin. Enam vihara yang ada di Banjarmasin yaitu, vihara Tri Dharma Karta Raharja (Poo An Kiong) di jalan Niaga yang didirikan pada 1314, dan Vihara Tri Dharma Tri Soetji Nurani (The Shen Kiong) di jalan Kapten Pere Tendean (pecinan laut) yang didirikan pada 1930, keduanya menganut aliran Khong Hu Cu.
Kemudian , vihara Dhammasoka di jalan Kapten Pere Tendean gang Vihara yang didirikan sekitar 1960, beraliran Buddha Terawada. Vihara Bhavana Maitreya di jalan Veteran yang didirikan pada 1973, beraliran Buddha Maitreya. Vihara Yuen Te di jalan Pramuka yang didirikan pada 1988, beraliran Tao. Dan terakhir Vihara Duta Prabha Banjarmasin” pungkasnya. ara/mb05.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar