Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Senin, 16 April 2012

150412-minggu(senin)-dharma santi nyepi hindu (di mozaik).doc


Photo: mb/ara
TARI BALI – Tari Puspanjali yang dibawakan sanggar Hata Widya dari Banjarbaru, dalam Dharma Santi Nyepi di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel

Dharma Santi Nyepi Untuk Meningkatkan Kerukunan Umat

Dharma Santi sangat penting dilaksanakan untuk menjaga keutuhan dan tata krama umat Hindu, serta menjaga kerukunan antar umat.
Acara mengangkat tema yaitu Dilandasi Nilai Nyepi Saka Warsa 1934 dan Tri Kaya Parisudha, Kita Tingkatkan Keukunan, Kedamaian dan Kesejahteraan.
            Hal ini disampaikan oleh I Ketut Artika, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalsel (periode 2011 – 2016), kepada Mata Banua pada Sabtu (14/4) malam, ditengah-tengah prosesi acara Dharma Santi umat Hindu Kalsel di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin.
            Acara Dharma Santi dihadiri semua perwakilan umat hindu yang ada di kabupaten/kota di Kalsel, baik umat hindu dari etnis Bali, Jawa, dan Dayak. Serta tokoh  Hindu yang datang dari pulau Bali, yaitu Drs Gede Rudia Adiputra mantan pembina Hindu di Kalsel dan Nengah Mandiarsa.
Gede Rudia adalah salah satu sesepuh yang turut membangun Pura Agung Jagat Natha. Selanjutnya ada pula hadir dari tokoh Konghucu yang juga turut membantu keberadaan Pura Agung Jagat Natha, yaitu Theo Han Ing..
            Menurut Ketut Artika, Dharma Santi adalah rangkaian terakhir dari hari raya Nyepi yang dilaksanakan pada 23 Maret 2012 yang lalu. Dalam Dharma Santi umat Hindu berkumpul untuk bersilaturahmi, saling maaf memaafkan serta mendapat siraman rohani. Sebelumnya juga ada kegiatan sosial (bakti sosial), dan kegiatan kemanusiaan (donor darah). Pengertian Dharma Santi kalau dalam umat Islam seperti Halal Bihalal.
            Ketut Artika meminta maaf, karena Dharma Santi kali ini (2012) belum bisa mengundang lembaga kerukunan lain seperti FKUB, IKASBA dan lembaga pemerintah. Dharma Santi kali ini dilakukan sangat sederhana di pura dan untuk konsolidasi intern umat Hindu di Kalsel. Konsolidasi berisi bagaimana agar umat hindu di Kalsel bisa hidup rukun, damai dan sejahtera dengan umat lain.
            Ia berjanji, untuk tahun depan (2012) pada peringatan Dharma Santi akan mengundang tokoh agama umat lain dan lembaga kerukunan dan lembaga pemerintah. Karena PHDI selalu berusaha turut menjaga kerukunan antar umat serta mendukung program pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.
            Ketut Artika menghimbau Hindu di Kalsel, agar selalu ingat bahwa berdirinya Pura Agung Jagat Natha berkat jasa serta bantuan dari tokoh-tokoh umat lain. Pura Agung Jagat Natha dirintis sejak 1982 dan diresmikan pada 1986. “Pura ini bukan umat Hindu saja yang membangunnya, oleh karena itu saya tekankan untuk umat hindu di Kalsel untuk tetap dan terus saling harga menghargai dan menjaga kedamaian” katanya.
            Made Supana, Sekertaris Panitia Dharma Santi Nyepi menambahkan. Bahwa selain konsolidasi intern umat Hindu Kalsel dan siraman rohani. Juga ada penyerahan penghargaan terhadap tokoh-tokoh yang telah berjasa membantu membangun pura.
Antara lain, Nengah Mandiarsa, Theo Han Ing, Made Wirata, Putu Sastrawan. Kemudian tokoh yang telah meninggal dunia yaitu Gde Udayana, Subiarsa, Made Sumartana,  Damang Pepen dan Suriansyah.
Selanjutnya ada beberapa persembahan tari Bali, yaitu Tari Puspanjali yang dibawakan sanggar Hata Widya dari Banjarbaru, pimpinan Hata Widya. Tari Sekar yang dibawakan sanggar Cendendrawasih dari kampung Baru Pelaihari, pimpinan Made Mastri. Tari Tenun yang dibawakan sanggar Hata Widya dari Banjarbaru. Dan tari Bondres dari Batu Licin, yang ditarikan oleh Putu Subagia dan Putu Sudana.
“Tari Bondres adalah tari topeng Bali yang langka ditarikan, karena hanya dalam acara ritual keagamaan” ujar Made Supana. ara/mb02

150412-minggu(senin)-Tri Kaya Parisudha dlm dharma santi nyepi hindu (di mozaik).doc


Menyucikan Pikiran Demi Kerukunan Antar Umat

Pikiran adalah asal mula dari tindakan, oleh karena itu harus disucikan. Pikiran yang murni akan terpantul, serta terpancarkan sinar yang menyejukkan orang-orang yang ada di sekitar.
Hal ini diungkapkan oleh I Ketut Artika, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalsel (periode 2011 – 2016), kepada Mata Banua pada Minggu (15/4) siang. Apa yang dijelaskan Ketut Artika tentang pikiran, terkait makna Dharma Santi umat Hindu Kalsel di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin, pada Sabtu (14/4) malam.
            Menurutnya, menyucikan pikiran merupakan bagian dari Tri Kaya Parisudha, yang merupakan tema dalam Dharma Santi umat Hindu di 2012. Yaitu Dharma Santi yang dilandasi Nilai Nyepi Saka Warsa 1934 dan Tri Kaya Parisudha, Kita Tingkatkan Keukunan, Kedamaian dan Kesejahteraan.
            Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan jernih (Manacika), berkata yang benar (Wacika), dan berbuat yang jujur (Kayika).
Tri berarti tiga, kaya berarti karya atau perbuatan atau kerja atau perilaku. Parisudha berarti upaya penyucian. Maka arti keseluruhannya yaitu upaya pembersihan/ penyucian atas tiga perbuatan atau perilaku.
Berpikir yang bersih dan jernih untuk pengendalian pikiran dalam upaya penyuciannya, ada tiga macam. Yaitu tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal, tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain, serta tidak mengingkari hukum Karma Phala yaitu hukum pengatur yang bersifat universal.
            Berkata yang benar, untuk pengendalian dalam upaya penyuciannya, ada empat macam. Yaitu tidak suka mencaci maki, tidak berkata-kata kasar kepada siapapun, tidak menjelek-jelekkan, apalagi memfitnah makhluk lain, serta tidak ingkar janji atau berkata bohong.
            Berbuat yang jujur, untuk pengendaliannya dalam upaya penyucian fisik dan perilaku. Yaitu tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh makhluk lain. Tidak berbuat curang, sehingga merugikan orang lain. serta Tidak melakukan perbuatan tercela seperti berjinah dll.
            Oleh karena itu, sangat penting menyucikan pikiran. Karena bila pikiran keruh akan meruwetkan segala urusan. Pikiran murni dan pikiran keruh, sangat tergantung dari cara memandang serta menyikapi persoalan. Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan melalui pemahaman yang baik dan mencukupi tentang ajaran agama.
            “Orang yang mempunyai pikiran yang jernih, tentunya juga akan menjaga kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan antar umat” ujarnya. ara/mb02

Rilis April lainnya


Sebagian Rilisnya belum di Apload dalam webblog…..

Rilis Maret lainnya


Sebagian Rilisnya belum di Apload dalam webblog…..

250312-minggu(senin)-Nyepi hindu mengendalikan korupsi (di berita kaki).doc


Photo: mb/ara
NYEPI – Prosesi ritual perayaan Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin

Nyepi Mengendalikan Keinginan Korupsi

Keinginan korupsi tergantung dari diri sendiri dan seberapa dalam pendalaman kerohanian. Pengendalian dari keinginan yang akan membawa seseorang, apakah ia akan melakukan perbuatan yang terpuji atau sebaliknya.
Pengendalian diri yang utama tentu tidak terlihat, karena lahir dari rohani. Ibadah luar yang dilakukan juga tidak akan berarti, bila pendalaman rohaninya tidak sebenar-benarnya. Atau tidak seimbang antara rohani dan jasmani, karena bisa saja keinginan yang menyimpang yang tetap dominan.
Semua agama tentunya mengharapkan korupsi hilang, demi kemakmuran dan kesejahteraan umat. Kesadaran dan penyadaran keinginan inilah, yang merupakan hukum sebenarnya.
Hal ini diungkapkan oleh I Ketut Artika, Ketua PHDI Kalsel (periode 2011 – 2016), kepada Mata Banua pada Kamis (22/3) sore, menjelang prosesi ritual perayaan Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin.
Kita Adalah Satu, Keragaman Agama Dan Persaudaraan Sesama Umat Beriman Mewujudkan Kedamaian Dan Kesejahteraan, menjadi tema perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1934.
Menurut Ketut Artika, dalam hidup sudah pasti ada keinginan. Keinginan yang tidak terkendali yang akan mengarah pada penyimpangan. Dalam agama Hindu, disebut Catur Purusarttha (empat tujuan akhir).
Tujuan hidup yang pertama adalah Dharma yang berarti agama atau kewajiban. Menjadi manusia yang beragama berarti hidup bermoral, yang akan menjadi landasan hidup berikutnya.
Tujuan hidup kedua adalah Artha, artinya materi atau secara sempit disebut uang. Secara luas Artha diartikan sebagai keberhasilan atau kesuksesan. Untuk hidupnya manusia memerlukan materi, tapi bagaimana mencapai materi itu harus berdasarkan agama dan dipergunakan sesuai dengan moral agama.
Tujuan hidup ketiga adalah Kama, yang dalam arti sempit yaitu kesenangan atau kegemaran, kesenangan bisa berarti pula keinginan. Kama yang dilihat sebagai sarana untuk membantu yang lain, bukan hanya untuk diri sendiri. Kesenangan yang memang harus dikendalikan agar tidak menyimpang.
Tujuan hidup keempat adalah Moksa, yaitu pembebasan akhir dari keinginan. Memperoleh moksa dianggap pencerahan dan kebebasan. Ada empat jalan untuk menuju  Moksa, yaitu pengetahuan, tindakan, pengabdian dan penolakan.
Rangkaian ritual hari raya Nyepi sudah dilaksanakan satu hari sebelumnya yaitu Mekis, Melasti dan hari ini Tahur Sesangu Mecaru di halaman depan pura, dilanjutkan malamnya dengan sembahyang bersama, baru melaksanakan Catur Brata Penyepian empat larangan.
Umat Hindu di Banjarmasin, berkisar 100 kepala keluarga. Itupun yang terdaftar di di Pura Agung Jagat Natha, yang mengikuti kegiatan arisan rutin. Sedangkan yang tidak ikut lebih banyak lagi.
Untuk se-Kalsel kurang lebih ada 35 ribu jiwa. Hampir ditiap kabupaten di Kalsel ada pura, seperti di Batola, Pelaihari, Sebamban, Tanjung, Tapin, dan lainnya. Dan sebagai pusat pura yaitu di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel yang terletak di jalan Gatot Subroto Banjarmasin. Setiap perayaan hari raya Nyepi akan datang umat hindu dari daerah lain ke pura Agung Jagat Natha.
Puncak perayaan Nyepi berlangsung pada Jumat dari pukul 06.00 wita hingga pukul 06.00 Sabtu pagi. Dimana di isi dengan melakukan Catur Brata Penyepian, yakni tidak bekerja (Amati Karya), tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak bepergian (Amati Lelungan), dan tidak bersenang senang (Amati Lelanguan).
“Pantangan ini sangat sulit dihadapi, dan sungguh amat sulit dilaksanakan. Pantangan yang harus dilewati dengan perjuangan yang sangat berat, karena musuh yang dihadapi adalah nafsu yang ada didalam diri” katanya.
            Tidak bekerja adalah membiarkan pikiran hening, agar bisa melakukan perenungan yang dalam atas apa yang telah dilakukan. Tidak menyalakan api atau mematikan api adalah mematikan nafsu buruk. Tidak bepergian dan tidak mencari hiburan adalah menghilangkan dari pikiran semua kemewahan dan kegemaran yang biasa dilakukan.
Brata penyepian ini dilakukan tanpa ada paksaan dari luar, tanpa pengawasan dari orang lain. Karena pengendalian diri harus muncul dari dalam diri sendiri
            Ketut Artika menghimbau umat hindu di Kalsel, untuk intropeksi diri, mawas diri, mempertebal keimanannya, kerukunan agamanya, baik intern dan antar agama.. Jika tahun lalu suka curang, emosional, berjanji tanpa bukti, korupsi besar atau kecil, maka berbuat baiklah di tahun depan. Kendalikan diri, merenungi kehidupan yang lalu, untuk hari esok yang lebih baik.
Apabila perlu, mari semua agama bersembayang bersama, tentunya dengan cara masing-masing. Lalu berkumpul bersama dan berdoa, semakin sering dilaksanakan  semakin bagus. Karena dengan kebersamaan akan semakin lebih baik.
            “Tidak lupa kami mendoakan saudara-saudara kita yang mendapat musibah air pasang di Tanah Bumbu. Berdoa utuk keamanan semua makhaluk hidup yang ada, mudah-mudahan semua alam semesta selalu bersahabat dengan kita semua”ujarnya. ara/mb02

250312-minggu(senin)-nyepi hindu di Bjm.doc



Photo: mb/ara
NYEPI – Prosesi ritual perayaan Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin

Keragaman Agama Dan Persaudaraan Dalam Nyepi

BANJARMASIN – Kita Adalah Satu, Keragaman Agama Dan Persaudaraan Sesama Umat Beriman Mewujudkan Kedamaian Dan Kesejahteraan, menjadi tema perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1934.
Menurut I Ketut Artika, Ketua PHDI Kalsel (periode 2011 – 2016), kepada Mata Banua pada Kamis (22/3) sore, menjelang prosesi ritual perayaan Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha provinsi Kalsel di jalan Gatot Subroto Banjarmasin. Bahwa dalam hidup sudah pasti ada keinginan. Keinginan yang tidak terkendali yang akan mengarah pada penyimpangan.
Tujuan hidup dalam agama Hindu, disebut Catur Purusarttha (empat tujuan akhir). Tujuan hidup yang pertama adalah Dharma, kedua adalah Artha, ketiga adalah Kama, dan yang keempat adalah Moksa, yaitu pembebasan akhir dari keinginan. Memperoleh moksa dianggap pencerahan dan kebebasan. Ada empat jalan untuk menuju  Moksa, yaitu pengetahuan, tindakan, pengabdian dan penolakan.
Ketut Artika menghimbau umat hindu di Kalsel, untuk intropeksi diri, mawas diri, mempertebal keimanannya, kerukunan agamanya, baik intern dan antar agama.. Jika tahun lalu suka curang, emosional, berjanji tanpa bukti, korupsi besar atau kecil, maka berbuat baiklah di tahun depan. Kendalikan diri, merenungi kehidupan yang lalu, untuk hari esok yang lebih baik.
Abila perlu, mari semua agama bersembayang bersama, tentunya degan cara masing-masing. Lalu berkumpul bersama dan berdoa, semakin sering dilaksanakan  semakin bagus. Karena dengan kebersamaan akan semakin lebih baik.
            “Tidak lupa kami mendoakan saudara-saudara kita yang mendapat musibah air pasang di Tanah Bumbu. Berdoa utuk keamanan semua makhaluk hidup yang ada, mudah-mudahan semua alam semesta selalu bersahabat dengan kita semua”ujarnya. ara/mb05