Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Kamis, 29 September 2011

Awal Lahirnya Dewan Kesenian

BANJARMASIN – Mengamati perkembangan Dewan Kesenian dewasa ini, membuat Mata Banua mencari tahu dan menyusuri sejarah awal terbentuknya. Dari sejarahlah maka akan bisa memberikan pemahaman dan pengertian akan pungsinya.
 “DK adalah mitra bagi Disbudparpora (Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olah Raga), dan saling membantu untuk perkembangan dan kemajuan dunia seni. DK bersifat indipenden, tidak berada di bawah instansi pemerintahan.
Walaupun sebagian pengurus DK, ada yang berstatus sebagai pegawai pemerintahan. Tapi keberadaannya di DK adalah keterlibatan secara pribadi, baik sebagai seniman ataupun pemerhati dunia seni” kata Ketua Harian Dewan Kesenian (DK) Kalsel Syarifuddin R, dalam perbincangan Mata Banua di tempat kediamannya.
Micky Hidayat, penyair Kalsel yang rajin mengumpulkan dan banyak menyimpan arsip tentang perkembangan dunia seni dan sastra, baik itu perkembangan seni nasional maupun daerah. Pada suatu kesempatan menuturkan pengetahuannya akan sejarah awal dari berdirinya Dewan Kesenian.
Di rumahnya yang beralamat di jalan Pramuka, Micky Hidayat memulai ceritanya dari sejarah seni secara nasional melalui arsip yang dia punya
“Dekade 1960-an di tanah air diwarnai oleh munculnya dualisme angkatan, yakni Angkatan 63 atau Angkatan Manifes yang dicetuskan oleh Satyagraha Hoerip, dan Angkatan 66 yang dideklarasikan oleh HB Jassin. Maka pada tahun 1963 itulah terjadi apa yang disebut Manifes Kebudayaan, yang banyak didukung oleh para sastrawan yang anti-komunis di tanah air.
Di antara para pencetus dan penandatangan Manifes Kebudayaan ini di Jakarta adalah HB Jassin, Wiratmo Sukito, Goenawan Mohamad, dll. Sedangkan para manifestan di Kalsel, terdapat pula para sastrawan seperti Yustan Aziddin dan Rustam Effendi Karel.
Sastrawan Kalsel lainnya, yang di tahun 1960-an itu bermukim di Jawa Timur yaitu Hijaz Yamani dan Andi Amrullah, juga mendukung dan ikut menandatangani Manifes Kebudayaan tersebut.
Sastrawan Kalsel yang produktif dalam dekade 60-an ini, antara lain MH Hadharyah Roch, AS Ibahy, Ardiansyah M, Murjani Bawi, Bachtar Suryani, Gusti Muhammad Farid, dan lain-lain.
Pada 1963, untuk pertama kali terbit antologi puisi penyair se-Kalimantan yaitu Perkenalan di Dalam Sajak Penyair Kalimantan. Kemudian terbit pula beberapa antologi puisi perorangan, seperti dari penyair D Zauhidhie (Imajinasi, 1960), Bachtar Suryani (Kalender, 1967), Syamsiar Seman (Bingkisan, 1968), dan Maseri Matali (Nyala, 1968).
Perkembangan sastra (wan) dekade 1970-an di Kalimantan Selatan terbilang sangat pesat dan menggembirakan, sebagaimana hingar-bingarnya  percaturan sastra di tanah air. Terutama di Kalsel, kenyataan perkembangan yang menggembirakan ini dirayakan lagi dengan dibentuknya lembaga atau organisasi kesenian seperti Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kalsel.
DKD digagas pada Musyawarah Seniman (Musen) pertama se-Kalsel, pada 28 April s.d. 2 Mei 1971 di kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. DKD Kalsel periode pertama ini diketuai oleh seniman dan politisi Anang Adenansi.
Kemudian berturut-turut di berbagai kota dan kabupaten lainnya di Kalsel juga mendirikan dewan kesenian. Perkembangan selanjutnya DKD, berubah penyebutannya menjadi DK Kalsel” ujar Micky. ara/mb05

-----------------
Di setor Kamis, 21 Oktober 2010
Di muat Sabtu, 23 Oktober 2010/ 15 Dzulkaidah 1431 H
-         dengan judul Menyusur Lahirnya Dewan Kesenian
-         kolom Kotaku, Mata Banua halaman 4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar