Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 05 Maret 2011

MB - Gelar Raja Muda Kesultanan Banjar Cuma Formalitas Politik

BANJARMASIN –Diantara kebanyakan para pelaku seni dan budaya, masih menjadi gumpalan tanda tanya. Apa fungsi dari gelar Raja Muda Kesultanan Banjar? Apa kontribusinya bagi seni budaya itu sendiri!
Dinegara ini seorang sultan bukanlah kepala daerah, tapi adalah kepala adat, pelindung bagi seni budaya dan adat. Itulah fungsi bagi raja muda kesultanan. Lalu bisakah hal itu diterapkan didaerah ini?
Rabu (11/8) sore, tokoh tari Kalsel Sirajul Huda, berkomentar: "keraton itu adalah pengayom seni, tanpa ada keberpihakkan pada suatu aliran seni tertentu, jangan cuma aliran seni Islami saja yang dikedepankan, masih banyak kesenian dan budaya kita yang lain dan sangat bagus untuk dikembangkan. Keberpihakan hanya akan membuat matinya aliran seni yang lain, maka warisan budaya pun juga akan hilang".
Menurut Agus suseno "sebelum pelantikan gelar raja muda, kami ada diskusi tentang ini, saat itu kami juga sedang menyusun Perda Kesenian Kalsel. Tentang gelar tersebut sudah ada pro kontra, sekarang okelah raja muda banjar peduli seni budaya yang islami, tapi seni islami apa yang saat ini menonjol disana? wisata relijius apa yang saat ini dikedepankan?
Banyak situs-situs religi yang tidak diperhatikan. Kalau cuma yang Islami saja bagaimana dengan kebudayaan minoritas seperti kebudayaan dari dangsanak kita bubuhan kaharingan, apakah akan dimusnahkan atau diasingkan, saat ini saja nasib mereka di Paramasan masih tidak jelas. Yang nyata saja Abdurahman El Husaini dan penyair-penyair lain di kabupaten banjar keberadaannya seperti tidak dipedulikan, bagaimana sastranya bisa berkembang dengan baik” katanya dengan panjang lebar.
Terlepas dari dua tokoh tari dan sastra diatas, masih banyak pendapat tokoh sastra dan seni Kalsel lain yang berkomentar, antaralain:
Micky Hidayat "sultan banjar tinggal sejarah, jadi kalau ada upaya menghidupkan lagi eksestensi Kesultanan Banjar di era globalisasi ini, ya sah-sah saja. Tapi si sultan atau pangeran atau raja muda atau apalah sebutannya jangan terjebak pada sikap feodalisme, jadilah raja adil dan bijak termasuk memperlakukan seni di kerajaannya. Jangan jadi raja arogan dan haus kekuasaan di tengah hamba-hamba kebudayaan.
Saat ini, mungkin wawasan seninya terbatas pada seni Islami saja dan menyesuaikan pada predikat Martapura sebagai kota Serambi Mekkah. Seniman dan budayawan kabupaten banjar perlu berikan masukan kepada rajanya tentang keragaman seni budaya itu, tidak cuma terkotak pada seni Islami saja.
Menurutku ada atau tidaknya raja banjar tidak penting bagi sastrawan. Simbol-simbol borjuisme, feodalisme, pemuja kekuasaan dan istana itu hanya cerita usang dan terabadikan dalam karya-karya sastra masa lalu” ujarnya.
Jamal T.Suryanata "status raja muda atau apapun istilahnya, cuma formalitas politik. Secara pragmatis ia tak lebih dari semacam harimau ompong. Nostalgia kejayaan masa lalu. Apa yang bisa diharapkan untuk mengusung konsep Banjar yang universal, kecuali dalam lingkup kabupaten banjar? Artinya pengangkatan raja muda itu adalah budaya mubazir dan bombastis”
Mukhlis Maman "pemberian gelar itu hanya simbolik untuk sebuah kejayaan masa lalu, tapi bila berbicara tentang perangkatnya, sangat tidak setuju, apalagi itu hanya bersifat politis. Apa untungnya bagi masyarakat dan seni budaya banjar umumnya yang sangat kompleks, kalau untuk kabupaten banjar saja, ya silahkan!
Kemudian menurut Syaripudin R "pengangkatan sebagai raja muda hanya berlaku dilingkungan kerabat keraton saja, bukan masyarakat Kalsel. Jika ingin diakui secara luas harus bisa mengayomi semua seni budaya yang hidup dan berkembang di Kalsel.
Pengangkatan gelar sebagai raja muda tadi tidak semudah itu, karena sesama keturunan raja banjar sendiri seperti yang ada di Cianjur, mempertanyakan penganugerahan gelar tersebut, karena mereka tidak terlibat/ dilibatkan” ungkapnya. ara/mb05

-----------------

Di muat Sabtu, 14 Agustus 2010/ 4 Ramadhan 1431 H
-         dengan judul Kesultanan Banjar Harus Jadi Pengayom Seni Budaya
-         kolom Kotaku, Mata Banua halaman 4





Tidak ada komentar:

Posting Komentar