Norma Adat Bagi Tukang Urut Tradisional Banjar
BANJARMASIN
–Tukang pijat atau dalam bahasa Banjar disebut tukang urut, di zaman
sekarang ini telah mengalami banyak perubahan, terutama dari sisi komersilisasi
untuk daerah perkotaan. Sangat banyak tukang urut yang tidak lagi menjalankan
profesinya berlandaskan adat budaya tradisional.
Menurut
penuturan budayawan Kalsel Drs H Syarifuddin R, beberapa waktu yang lalu dengan
Mata Banua. Bahwa secara tradisional tugas tukang urut di samping mengobati
penyakit salah urat, keseleo, patah tulang, dan memijat untuk mengendorkan urat.
Dapat pula mengobati penyakit seperti sakit perut, balawa, takok
(gondok), burut (hernia), lemah urat dll.
Tukang urut ada yang terdiri dari
wanita dan laki-laki. Dalam prakteknya, sebagian membatasi pasien hanya pada
sesama jenis kelamin. Artinya tukang urut wanita hanya mengobati penyakit yang
diderita oleh wanita saja. Begitu pula untuk tukang urut pria, hanya mengobati
pasien pria saja.
Meskipun demikian, ada yang bersedia
melayani pasien yang berbeda jenis kelamin. Tetapi tukang urut seperti ini
harus memenuhi persyaratan khusus. Karena mengurut pasien yang berlainan jenis
kelamin, bisa menimbulkan rangsangan dan itu dianggap dosa.
Untuk membuktikan bahwa tukang urut
tersebut tidak memiliki rangsangan nafsu birahi terhadap pasien lawan jenis,
biasanya diuji dalam mimpi mengurut pasien yang berbeda jenis kelamin. Apabila
tidak menimbulkan rangsangan birahi, berarti ia boleh melakukan praktek urut
terhadap lawan jenis.
Keahlian mengurut kebanyakan
diperoleh dengan belajar pada pendahulunya atau faktor keturunan dari orang tua
maupun keluarga. Tukang dalam melaksanakan tugasnya pada umumnya menggunakan
minyak urut khusus. Minyak ini diolah berdasarkan ramuan tertentu dan mantra
yang dirahasiakan, kecuali untuk keluarga atau keturunan yang akan
menggantikan.
Oleh karena itu ada tukang urut
yang menerima keahlian dari pendahulunya tanpa panggilan jiwa, dan hanya
melakukan pekerjaannya kalau diminta secara khusus pula.
Apabila ada tukang urut yang diminta tetapi tidak mau
menjalankan tugasnya, dipercaya akan mendapat berbagai penyakit yang tidak akan
sembuh walau diobati dengan berbagai cara, kecuali menerima tugas itu baru bisa
sembuh.
Tukang urut
yang memperoleh keahlian dari hasil belajar kepada ahlinya, hanya mampu memberi
pertolongan kepada orang sakit seperti lelah bekerja atau pegal-pegal. Dan
tukang urut ini kebanyakan yang mencari pasien.
Bagi tukang urut yang karena
keturunan dn memiliki minyak khusus untuk mengobati penyakit, malah sebaliknya.
Justru pasien yang mencarinya dan datang atau mengundangnya.
“Dapat dilihat dan dibandingkan
bagaimana tukang urut dimasa kini (komersilisasi), dengan tukang urut yang
masih memegang tradisi budaya. Tukang urut yang memegang kuat tradisi budaya
Banjar, sangat terikat kepada norma sosial dan aturan adat. Inilah yang
menyebabkan banyak tukang urut tradisional baru memulai prakteknya pada usia 40
tahun keatas. Yang menurut konsep orang Banjar, sebagai batasan umur untuk
selalu melakukan perbuatan yang baik” ujar Syarifuddin. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar