Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 01 Juni 2012

090412-Norma Tukang Urut Tradisional


Norma Adat Bagi Tukang Urut Tradisional Banjar

BANJARMASIN –Tukang pijat atau dalam bahasa Banjar disebut tukang urut, di zaman sekarang ini telah mengalami banyak perubahan, terutama dari sisi komersilisasi untuk daerah perkotaan. Sangat banyak tukang urut yang tidak lagi menjalankan profesinya berlandaskan adat budaya tradisional.
            Menurut penuturan budayawan Kalsel Drs H Syarifuddin R, beberapa waktu yang lalu dengan Mata Banua. Bahwa secara tradisional tugas tukang urut di samping mengobati penyakit salah urat, keseleo, patah tulang, dan memijat untuk mengendorkan urat. Dapat pula mengobati penyakit seperti sakit perut, balawa, takok (gondok), burut (hernia), lemah urat dll.
Tukang urut ada yang terdiri dari wanita dan laki-laki. Dalam prakteknya, sebagian membatasi pasien hanya pada sesama jenis kelamin. Artinya tukang urut wanita hanya mengobati penyakit yang diderita oleh wanita saja. Begitu pula untuk tukang urut pria, hanya mengobati pasien pria saja.
Meskipun demikian, ada yang bersedia melayani pasien yang berbeda jenis kelamin. Tetapi tukang urut seperti ini harus memenuhi persyaratan khusus. Karena mengurut pasien yang berlainan jenis kelamin, bisa menimbulkan rangsangan dan itu dianggap dosa.
Untuk membuktikan bahwa tukang urut tersebut tidak memiliki rangsangan nafsu birahi terhadap pasien lawan jenis, biasanya diuji dalam mimpi mengurut pasien yang berbeda jenis kelamin. Apabila tidak menimbulkan rangsangan birahi, berarti ia boleh melakukan praktek urut terhadap lawan jenis.
Keahlian mengurut kebanyakan diperoleh dengan belajar pada pendahulunya atau faktor keturunan dari orang tua maupun keluarga. Tukang dalam melaksanakan tugasnya pada umumnya menggunakan minyak urut khusus. Minyak ini diolah berdasarkan ramuan tertentu dan mantra yang dirahasiakan, kecuali untuk keluarga atau keturunan yang akan menggantikan.
Oleh karena itu ada tukang urut yang menerima keahlian dari pendahulunya tanpa panggilan jiwa, dan hanya melakukan pekerjaannya kalau diminta secara khusus pula.
Apabila ada tukang urut yang diminta tetapi tidak mau menjalankan tugasnya, dipercaya akan mendapat berbagai penyakit yang tidak akan sembuh walau diobati dengan berbagai cara, kecuali menerima tugas itu baru bisa sembuh.
            Tukang urut yang memperoleh keahlian dari hasil belajar kepada ahlinya, hanya mampu memberi pertolongan kepada orang sakit seperti lelah bekerja atau pegal-pegal. Dan tukang urut ini kebanyakan yang mencari pasien.
Bagi tukang urut yang karena keturunan dn memiliki minyak khusus untuk mengobati penyakit, malah sebaliknya. Justru pasien yang mencarinya dan datang atau mengundangnya.
“Dapat dilihat dan dibandingkan bagaimana tukang urut dimasa kini (komersilisasi), dengan tukang urut yang masih memegang tradisi budaya. Tukang urut yang memegang kuat tradisi budaya Banjar, sangat terikat kepada norma sosial dan aturan adat. Inilah yang menyebabkan banyak tukang urut tradisional baru memulai prakteknya pada usia 40 tahun keatas. Yang menurut konsep orang Banjar, sebagai batasan umur untuk selalu melakukan perbuatan yang baik” ujar Syarifuddin. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar