RUU KKG Produk Sekulerisme
Semenjak
munculnya Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG),
suara pro-kontra terus bermunculan. Beragam diskusi dan dialog pun dilakukan
berbagai lembaga dan komunitas sosial masyarakat.
Untuk
mencermati sejauh mana RUU KKG ini sesuai dengan UUD dan hukum Islam, Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Syariah dan Anak-anak Syariah (ASRI) IAIN
Antasari Banjarmasin, telah mengadakan Dialog Publik RUU KKG pada Selasa (29/5)
pagi.
Dialog bertempat di Auditorium IAIN
Antasari Banjarmasin, dan Selaku narasumber dialog yaitu Deden Koswara SH MH
dari dosen Fakultas Hukum Unlam, Norlaila MAg MPd dari Pusat Studi Gender, dan
Wawan Wirawan SPDi dari Staf Ahli Fraksi Golkar di DPRD Kalsel.
Menurut Sayyid Maulana Ahmad, Ketua
Pelaksana Dialog Publik RUU KKG, bahwa akidah sekulerisme menjadi pra syarat
mutlak terealisasinya RUU KKG. Ide KKG sebenarnya merupakan ide stereotype
barat sebagai perlawanan atas penindasan perempuan di Eropa.
Penindasan itu dianggap akibat
adanya perbedaan dan ketaksetaraan perempuan dan laki-laki. Untuk menghilangkan
penindasan tersebut, laki-laki dan perempuan harus setara dan disamakan, dan
tidak boleh ada diskriminasi. Dan begitulah baru dianggap adil. Ini sama persis
dengan pemahaman keadilan ala Marxist.
Dalam perspektif gender, penindasan
atas perempuan dipengaruhi oleh sudut pandang patriarkhi dalam aturan dan
hukum. Maka aturan dan hukum harus dibuat dengan sudut pandang perempuan agar
terealisasi KKG. Keterlibatan perempuan menjadi keharusan sekaligus ukurannya.
Jika partisipasi perempuan itu sama dengan laki-laki barulah dianggap
benar-benar setara dan adil.
Serta dalam
perspektif gender, penindasan atas perempuan juga dipengaruhi oleh pandangan
budaya dan agama yang dianggap patriarkhis. Maka pengaturan relasi laki-laki
dan perempuan dalam semua aspek, harus dijauhkan dari ketentuan agama dan harus
diserahkan kepada manusia, dengan partisipasi perempuan yang setara dengan
laki-laki. Dasar pemikiran perspektif gender seperti ini berasal dari
sekulerisme.
RUU KKG
sangat kental dengan ideology feminisme, yang tidak ada hubugannya dengan
pembangunan bangsa Indonesia yang bermartabat. Bahkan hanyalah terjemahan dari
Convention on the Elimination of all forms of Discriminination Against Women
(CEDAW). Misalnya tentang definisi diskriminasi terhadap perempuan.
Dilain
pihak, seusai Dialog Publik RUU KKG, M F Rahman, Ketua Steering Committee acara
dialog menyampaikan dengan Mata Banua. Bahwa
produk hukum yang hasil copy paste dari Barat, ada kemungkinan campur tangan
pihak barat. “Indikasi adanya campur tangan ini yang harus diwaspadai” kata
Rahman yang juga sekertaris umum Kajian Ilmiah Antasari Cendikia.
Sejarah
Negara-negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, isu tentang
gender ini tidak pernah muncul sama sekali. Karena Islam sangat memuliakan
perempuan.
Berbeda dengan negara-negara yang
tidak menerapkannya, apalagi negara-negara yang hanya memilih-milih syariat
yang ada di dalam hukum Islam, tentu sangat marak sekali isu gender tersebut.
Padahal fakta kedepannya RUU KKG
malah bisa membawa mudharat bagi kaum perempuan itu sendiri. Karena ia akan
menyalahi kodratnya sebagai seorang wanita dan juga melanggar hukum-hukum Tuhan
yang telah ditetapkan dalam kitabNya.
Ada beberapa pasal dalam RUU KKG
yang terlalu umum dan bisa ditafsirkan secara bebas. Penafsiran secara bebas
bisa saja menyimpang dari aturan Islam. Pasal-pasal seperti itu harus secara
terperinci. “Apabila RUU KKG ini mau diteruskan dan ditetapkan, maka harus
direvisi ulang” ujarnya. ara/mb02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar