BANJARMASIN – Gemerlap lampu berwarna-warni, menghiasi jukung tanglong pada perahu-perahu naga dalam Festival Pasar Terapung dan Budaya Banjar pada Sabtu malam (25/9) yang lalu.
Sementara itu masih menyisakan hasrat warga Banjar yang belum terpenuhi, saat mereka ingin menyaksikan kenangan orang tua-tua dulu. Sedang yang terlihat hanya kemegahan lampu hias dari desain perahu naga yang bernuansa moderen.
“Unda sabujurnya handak malihat nang kaya apa lanting urang bahari, jukung urang bahari nang mamakai lampu suar, paling kada ada mudilnya nang baandak dibanyu. Makanya unda mambawa anak kasini, supaya inya tahu. Tapi nang ada ni mudirin-mudirin (aku sebenarnya ingin melihat seperti apa lanting orang dulu, perahu dulu yang menggunakan lampu suar, lalu ada contoh yang diletakkan di air. Oleh karena itu aku mengajak anak kesini, agar tahu. Tapi yang ada ini serba moderen), kata Udin warga jalan Vetran yang datang bersama anaknya.
Sementara itu di stand Kampoeng Banjar, pelajar-pelajar yang mendapat tugas guru kesenian mereka untuk membuat tulisan, mengeluh “di setiap stand, tidak ada petugas yang menjaga bisa menjelaskan dengan baik apa-apa yang dipamerkan. Sehingga kami sulit bertanya, jawabannya banyak tidak tahu. Sedang kue dan makanan tradisional juga tidak banyak, paling tidak disetiap stand ada menampilkan kue-kue tradisional daerah mereka masing-masing, bukan kue yang moderen yang dipajang” tutur Merina, pelajar dari SMKN 1 Banjarmasin.
Dilain pihak, pemerhati budaya Banjar, Mukhlis Maman berkomentar “dalam sebuah event yang bertemakan budaya walau itu didesain secara moderen, tapi aspek tradisional harus diperhatikan dengan baik. Artinya bila ada desain yang moderennya maka yang tradisional juga ditampilkan, walau cuma diletakkan dipinggiran sungai saja. Sehingga masyarakat dapat menyaksikan, bahwa inilah jukung dan lanting paring yang tradisional.
Hal ini juga seharusnya terlihat pula dalam Kampoeng Banjar, kalau itu memang model dari Kampung Banjar, yang lebih utama ditampilkan adalah bagaimana situasi orang Banjar secara tradisional. Contoh, ada orang yang sedang menganyam tikar, orang yang sedang menggosok intan, orang yang sedang membuat kue tradisional seperti kueh ruku dan lain-lain. Bukan hanya photonya saja yang ditampilkan” pungkasnya pada Rabu (29/8) siang dengan Mata Banua. ara/mb05
-----------------
Di setor Rabu, 29 September 2010
Di muat Rabu, 30 September 2010/ 21 Syawal 1431 H
- dengan judul Budaya Bernuansa Moderen
- kolom Kotaku, Mata Banua halaman 4
Photo-photo yang tidak dimuat - Sebagian dokumentasi ARAska
Tidak ada komentar:
Posting Komentar