Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 23 April 2011

MB - Orang Banjar Sedikit Yang Bisa Menulis Sastra Banjar

BANJARMASIN – Bahasa Banjar sebagai bahasa ibu orang Banjar sepatutnya adalah bahasa yang paling dikuasai, tapi pada kenyataannya bahasa Banjar dalam sastranya sangat minim penulis. Dan buku-buku sastra yang berbahasa Banjar juga sangat sedikit ditemukan.
Hal ini terlihat jelas dengan sedikitnya peserta dalam lomba cipta puisi bahasa Banjar, yang hanya ada 56 peserta dan lomba mengarang cerpen bahasa Banjar yang hanya ada 54 peserta, pada lomba yang dilaksanakan oleh pantia Aruh Sastra Kalsel VII yang berakhir pada 20 Agustus 2010 tadi. Sementara Aruh Sastranya sendiri akan dilaksanakan pada 26 sd. 28 September 2010 di Tabalong.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk mayoritas urang Banjar di Kalsel, pengajar bahasa muatan lokal di sekolah-sekolah, sarjana-sarjana bahasa lulusan FKIP, dengan yang menguasai penulisan dalam sastra Banjar, sangat tidak sebanding.
Menurut Sainul Hermawan, dosen pengajar mata kuliah Teori Sastra di FKIP Unlam Banjarmasin ”para pemerhati bahasa Banjar sering menyatakan bahwa bahasa Banjar adalah bahasa tutur. Maka kekuatan sastra Banjar pun terletak pada momen tuturnya.
Sastra Banjar dalam bentuk tulisan adalah sastra Banjar yang dingin, yang mungkin hanya memuaskan pikiran dan belum tentu menyentuh perasaan” katanya.

Komentar Juri Lomba
Beberapa juri lomba cipta puisi bahasa Banjar dan lomba mengarang cerpen bahasa Banjar dalam Aruh Sastra Kalsel VII, berkomentar:
Ali Syamsudin Arsi juri puisi, berkata “ada kesenjangan dari karya yang masuk karena banyak yang masih pemula. Sementara yang menjadi juara satu, dari karyanya mempunyai konteks yang kuat tapi tema mengambang.
Kemudian peserta lain banyak bahasa yang mereka gunakan campur aduk, tidak tetap apakah menggunakan bahasa Banjar hulu atau bahasa Banjar kuala. Sebagai orang Banjar sepatutnya menguasai bahasa daerahnya. Untuk lomba seperti ini harus lebih digiatkan lagi agar ada penguatan, tidak cuma satu tahun sekali”.
Nailiya Nikmah juri cerpen, berkata “secara umum, semua naskah standar saja, tapi memang ada beberapa yang memiliki nilai lebih, terutama dalam hal ide cerita dan diksi.
Problemnya masih banyak peserta yang memakai bahasa Banjar terjemahan dari bahasa Indonesia, jadi maknanya kurang tepat. Ibarat makanan rasanya kurang pas dilidah.”
Aliman Syahrani juri cerpen, berkata “yang benar-benar Banjar dan berkualitas sangat sedikit, ada jarak yang sangat jauh antara pemula dan senior”.
Dilain pihak Drs Mukhlis Maman lebih menyoroti permasalahan publikasi, katanya “kalau dilihat dari sastra Banjar, berarti kegiatan kali ini kurang menarik animo dari masyarakat.
Seni sastra itu sendiri, padahal komunitasnya sangat banyak. Atau bisa saja faktor teknis yang tidak maksimal, baik waktu pelaksanaan, materi kegiatan, dst. Secara pribadi aku sangat prihatin dengan keadaan ini” pungkas Pemerhati Budaya ini. ara/mb05

-----------------
Di setor Kamis, 16 September 2010
Di muat Sabtu, 18 September 2010/ 09 Syawal 1431 H
-         dengan judul Peserta Lomba Puisi Minim
-         kolom Kotaku, Mata Banua halaman 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar