Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 02 April 2011

MB - Kritik Gelar Raja Muda Kesultanan Banjar

BANJARMASIN – Kritik dan perdebatan tentang gelar raja muda dikalangan seniman dan sastrawan Kalsel menjadi ramai. Para seniman berharap agar pihak-pihak yang bersangkutan, mau duduk bersama untuk membicarakannya.
Keinginan dari para seniman ini diwujudkan oleh  Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) yang melaksanakan buka puasa bersama pada Selasa (3/8) yang lalu, bertempat di Hotel Arum Banjarmasin. Dalam buka puasa tersebut LAKKB mengajak Lembaga Budaya Banjar (LBB) untuk bekerjasama memajukan budaya Banjar.
Walaupun sudah ada pertemuan dan penjelasan dari LAKKB, tapi sebagian seniman merasa pungsi dan gelar raja muda tersebut masih samar.
Sirajul Huda, tokoh tari Kalsel yang juga berhadir dalam acara tersebut, berkomentar “sebenarnya kesultanan ini masih belum jelas juga bentuknya, yang mengemuka bahwa keraton adalah pengayom budaya, tetapi budaya yang bagaimana? ini belum jelas, apalagi keraton dibangun di Martapura” .
Di lain pihak, Mukhlis Maman Pemerhati budaya yang bekerja sebagai pamong budaya madya di Taman Budaya, berkata “dari sudut pandang pemikiran yang aku tangkap saat menghadiri acara tersebut.
Berdasarkan penjelasan dari Ketua Bidang Kebudayaan LAKKB, bahwa gelar raja muda tersebut hanya suatu sebutan sebagai ketua dari LAKKB, dan mengenai kedudukan LAKKB itu sendiri, bukan berarti LAKKB lebih tinggi dari LBB. Karena LBB skalanya adalah Kalimantan Selatan, sedang LAKKB hanya seputar seni budaya keraton, jadi LAKKB menjadi bagian dari LBB.
Dan aku lihat peserta/ tamu yang hadir pada waktu itu sudah ditentukan/ dipilih ini tampak dari daftar paket yang sudah disiapkan dengan nama yang tertulis untuk dibagikan. Jadi sudah ditentukan bahwa yang tidak setuju, tidak diundang” ungkapnya.

Sebelumnya diantara kritik para seniman dan sastrawan terhadap gelar raja muda:
Micky Hidayat, berkata "sultan Banjar tinggal sejarah, jadi kalau ada upaya menghidupkan lagi eksestensi Kesultanan Banjar di era globalisasi ini, ya sah-sah saja. Tapi si sultan atau pangeran atau raja muda atau apalah sebutannya jangan terjebak pada sikap feodalisme dan jangan cuma punya wawasan seni terbatas pada seni Islami saja karena seni budaya itu sangatlah beragam”.
Jamal T.Suryanata, menambahkan "status raja muda atau apapun istilahnya, cuma formalitas politik. Secara pragmatis ia tak lebih dari nostalgia kejayaan masa lalu. Apa yang bisa diharapkan untuk mengusung konsep Banjar yang universal, kecuali dalam lingkup kabupaten banjar?
Sementara Syarifuddin R, ketua harian dewan kesenian kalsel, memberikan ketegasan "pengangkatan sebagai raja muda hanya berlaku dilingkungan kerabat keraton saja, bukan masyarakat Kalsel. Jika ingin diakui secara luas harus bisa mengayomi semua seni budaya yang hidup dan berkembang di Kalsel.
Pengangkatan gelar sebagai raja muda tidak semudah itu, karena sesama keturunan raja Banjar sendiri, seperti yang ada di Cianjur, masih mempertanyakan penganugerahan gelar tersebut, karena mereka tidak terlibat/ dilibatkan” pungkasnya. ara/mb05

-----------------
Di setor Selasa, 07 September 2010
Di muat Kamis, 23 September 2010/ 14 Syawal 1431 H
-          dengan judul Tanggapan Seniman Terhadap Gelar Raja Muda Banjar
-          di Head Line, kolom Catatan Kaki, Mata Banua halaman 1




Tidak ada komentar:

Posting Komentar