Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 01 Oktober 2011

Awal Mula Majalah Kebudayaan Kalsel

BANJARMASIN – Pengajaran tentang sejarah sastra lokal disekolah-sekolah, hampir-hampir tidak terdengar. Padahal sangatlah penting bagi pengajar Bahasa Indonesia di SMP maupu SMA mengenalkan akan sejarah sastra daerahnya. Sehingga generasi muda bisa lebih mengetahui akan penyair-penyair daerahnya sendiri.
Rabu (27/10) siang yang panas di seputar kota Banjarmasin, tidak membuat beberapa seniman yang duduk di warung minum Taman Budaya Kalsel, menghentikan perbincangan mereka.
Saat melihat Mata Banua datang Micky Hidayat, penyair Kalsel Micky Hidayat yang rajin mengumpulkan dan banyak menyimpan arsip tentang perkembangan dunia seni dan sastra ini kemudian berkata “seperti janji, apa akan kita lanjutkan pembicaraan kita kemaren tentang dunia sastra di Kalsel” Mata Banua hanya mengangguk mengiyakan.
Sambil mengeluarkan arsip Micky memulai ceritanya “ setelah Dewan Kesenian Daerah (DKD) dibentuk pada Musyawarah Seniman (Musen) pertama se-Kalimantan Selatan, 28 April s.d. 2 Mei 1971 di kota Amuntai
Maka melalui program komite sastranya, DKD Kalsel menerbitkan majalah bulanan kebudayaan Bandarmasih, penerbitan rutin antologi puisi bersama maupun perorangan, antara lain Panorama, Bandarmasih, Jembatan, Jembatan II, Air Bah, 10 Penyair Hulu Sungai Utara, Banjarbaru Kotaku, Penjuru Angin, Riak-riak Barito, dll.
Tahun 1978, Pustaka Jaya Jakarta menerbitkan antologi puisi Tanah Huma dari tiga penyair Kalsel, D Zauhidhie, Yustan Aziddin, dan Hijaz Yamani. Demikian pun sayembara penulisan puisi dan even lomba deklamasi dan baca puisi secara rutin diselenggarakan dan diprakarsai DKD Kalsel.
Para sastrawan yang muncul pada dekade ini adalah Ajamuddin Tifani, Eza Thabry Husano, Arsyad Indradi, Hamami Adaby, M Syarkawi Mar’ie, Yuniar M Ary, A Rasyidi Umar, Bakhtiar Sanderta, Sabrie Hermantedo, Andi Amrullah, Ibrahim Yati, Soufyan Surya, A Mudjahidin S, Ulie S Sebastian, Ibramsyah Amandit, Adjim Arijadi, Roeck Syamsuri Saberi, A Dimyati Riesma, Rizhanuddin Rangga, Syarkian Noor Hadie, Johan Kalayan, Yan Pieter AK (Nayan van Houten), Dardy C Hendrawan, Mas Husaini Maratus, Ahmad Fahrawi, Tarman Effendi Tarsyad, Burhanuddin Soebely, dan lain-lain.
Oleh karena aktivitas bersastra di Kalsel kemunculannya lebih awal, maka penulisan sastra di daerah ini tumbuh dan berkembang lebih pesat dibandingkan provinsi lainnya di Kalimantan.
Dan sebagai salah satu kantong kesusastraan di Indonesia, Kalimantan Selatan memiliki sastrawan-sastrawan yang kreatif dan eksis dengan karya-karya sastranya yang tidak kalah kualitasnya dengan karya para sastrawan luar Kalsel.
Karya para sastrawan Kalsel baik secara kuantitas maupun kualitas tidak hanya hadir sebagai khasanah lokal (Kalsel), tetapi juga memberi kontribusi bagi masyarakat dan perkembangan sastra Indonesia moderen” sesaat Micky berhenti berbicara, lalu katanya “kita lanjutkan lain waktu, aku ada keperluan lain. ara/mb05

-----------------
Di setor Kamis, 28 Oktober 2010
Di muat Sabtu, 30 Oktober 2010/ 22 Dzulkaidah 1431 H
-         dengan judul Sejarah Majalah Kebudayaan Kalsel
-         kolom Kotaku, Mata Banua halaman 5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar