Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 18 Februari 2012

110112-rabu(kamis)-puisi bahasa banjar abdurrahman el husaini (Dm.130112).doc

Mengalirkan Ungkapan Puisi Berbahasa Banjar


BANJARMASIN – Tidak banyak penyair Kalsel yang membuat antologi puisi dalam bahasa Banjar. Penggunaan bahasa Banjar dalam percakapan sehari-hari orang Banjar mungkin sudah biasa, namun dalam sebuah karya sastra adalah sangat berharga. Inilah yang dilakukan oleh Abdurrahman El Husaini (AEH) dalam antologi puisi berbahasa Banjar yang berjudul Doa Banyu Mata.
Seperti yang diungkapkan kembali oleh Drs Rustam Effendi MPd PHd dengan Mata Banua, di ruangan S2 Manajemen Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, pada Rabu (11/1) pagi.
Bahwa, semakin bahasa Indonesia difungsikan dalam berbagai aspek (karya), maka semakin berprestise dan semakin kuat kedudukannya di mata warganya. Kekuatan kedudukan bahasa Indonesia, harus diimbangi dengan kuatnya kedudukan dan fungsi bahasa daerah. Kalau tidak, kekuatan bahasa Indonesia akan memangsa kelemahan bahasa daerah.
“Dapat dilihat, bahwa untuk melestarikan bahasa dan budaya minoritas (bahasa dan budaya daerah) bukanlah hal yang mudah. Seperti halnya bahasa Inggris yang sudah memangsa gaya berbahasa dan berbudaya di seluruh dunia, apalagi budaya dan bahasa daerah” katanya.
Menurut HE Benyamine, kumpulan puisi berbahasa Banjar yang ditulis AEH, mengungkapkan berbagai perilaku manusia yang berhubungan dengan orang Banjar, keromantisan, persaudaraan, dan nasehat-nasehat dalam bergaulan.
Kesedihan, penyesalan, keharuan, keperihan, ketidakberdayaan, permohonan atau doa, hingga kebahagiaan mengalir melalui air mata. Terkadang banyu mata mengalir dengan sendirinya. Kilir-kilaran teringat orang yang dirindukan, membasahi segala keinginan membara untuk menerima kenyataan yang dapat teraih.
Air mata yang mengalir adalah kekuatan sekaligus kesadaran yang mampu melihat ke dalam diri sendiri, meskipun terlihat sebagai ketidak berdayaan. Mengalir hangat, mengalir perih, mengalir syahdu, dan mengalir sebagai kesadaran dan kekuatan yang terungkap dalam antologi puisi Doa Banyu Mata.
“AEH cukup berhasil mengalirkan ungkapan-ungkapan yang merupakan bahasa Banjar sehari-hari dalam bentuk puisi. Sehingga terasa mengusik dan menggelitik karena merupakan bagian dari kehidupan sendiri” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar