Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 25 Februari 2012

250112-rabu(kamis)-pentas teater API di TB.1.doc

Photo: mb/ara
MERAMPAS – Brongkos mengajak untuk memikirkan persolan kebijakan pemerintah yang telah merampas kearifan lokal suatu suku pedalaman

Brongkos Simbol Ketidak Adilan Dan Perampasan Hak


BANJARMASIN – Lakon Brongkos ingin menyampaikan, bahwa ada satu persoalan-persoalan penyadaran yang yang harus dilakukan bersama. Untuk berpikir kembali tentang hubungan-hubungan sosial, hubungan manusia dengan lingkungan.
Banyak kasus-kasus dalam realitas kehidupan yang menjadi problem. Baik yang menyangkut masalah tanah, dll. Sama-sama berpikir, inilah suatu peristiwa yang ironi tentang suatu realitas yang diterima.
Hal ini diungkapkan Luhur Kayungga, sutradara dan salah satu aktor dari lakon Brongkos, dengan Mata Banua seusai pementasan Teater Api Indonesia (TAI) dari Surabaya di gedung Balairung Sari Taman Budaya (TB) Kalsel, pada Jumat (20/1) malam yang lalu.
Menurutnya, lakon Brongkos adalah adaptasi dari novel One Flew Over The Chuckoo’s Nest, karya Ken Kessey. Novelnya sendiri menceritakan kondisi suku Indian yang terampas hak-hak terhadap tanahnya. Brongkos merupakan nama dari Kepada Suku Indian tersebut.
Tidak hanya hak terhadap materil yang dirampas, tetapi juga tatanan-tatanan kearifan ikut terampas. Yaitu bagaimana menjaga keseimbangan hubungan dengan alam, hubungan dengan manusia, dan kultur.
Disini (di Indonesia) bisa dilihat pula, bagaimana hutan dibabat habis, kekayaan alam yang dieksploitasi. Situasi ini akan selalu bergulir menjadi suatu problem, dimana alam dan lingkungan kita sudah mulai rusak. Lalu berdampak pada iklim-iklim yang mulai ekstrim. “Masalah ini tetap menjadi suatu siklus, dan persoalan-persolan bola salju yang menggerus kita” katanya.
Proses latihan dan persiapan lakon Brongkos, dari eksplorasi hingga final eksekusi (siap tampil), memakan waktu hampir satu tahun. Kota pementasan pertama di Surabaya pada Oktober 2011. Banjarmasin adalah kota yang ke 6 sebagai tempat pementasan. Selanjutnya akan dilanjutkan dengan kota lainnya di Indonesia.
Luhur kembali menekankan, untuk bisa mulai berfikir dari mana mencari akar persolan. Apakah persolan kapitalisasi, atau persolan kebijakan pemerintah yang telah menentukan aturan-aturan main didalam bermasyarakat. Perundang-undangan di dalam menata masyarakat.
Seperti masyarakat suku pedalaman yang secara turun temurun merasa memiliki suatu wilayah, tiba-tiba berbenturan dengan hukum pemerintah dan realitas formal, hingga akhirnya kehidupan suku pedalaman menjadi tercerabut dan hilang. Bagaimana sama-sama mencoba dan mencari kontemplasi. Serta memetakan lagi persolan-persoalan seperti sejenis.
“Dalam pertunjukan Brongkos, tidak memilih satu orang menjadi brongkos. Ini adalah suatu simbol masalah yang terjadi di setiap daerah” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar