BANJARMASIN – Praktek pengelolaan sumber daya alam masih mengabaikan keberlanjutan pelayanan alam, keselamatan serta produktifitas rakyat. Padahal ketiga prinsip tersebut merupakan dasar utama pembangunan berlandaskan keadilan ekologi (ecological justice) dan pemenuhan HAM.
Hal ini diungkapkan oleh Dwitho Frasetiandy Manager Kampanye WALHI Kalsel, kepada Mata Banua seusai aksi demonstrasi damai menuntut Pemulihan Hak-Hak Rakyat, pada Kamis (12/1) siang, di depan DPRD Kalsel.
Menurut Andy, terabaikannya keberlanjutan pelayanan alam, keselamatan serta produktifitas rakyat, diakibatkan oleh corak, watak dan orientasi pembangunan di Indonesia pada umumnya dan daerah khususnya.
Yaitu corak, watak dan orientasi pembangunan yang tidak bersifat demokratis-kerakyatan. Corak produksinya masih eksploatif, liberal, memuja pasar, serta mengabaikan keselamatan lingkungan hidup dan rakyat.
Krisis dan bencana ekologis, bukanlah keadaan yang datang secara tiba-tiba. Ada struktur ketidakadilan yang bekerja secara sistematis di dalamnya. Evaluasi atas kondisi ini amat penting untuk dilakukan Negara. Agar ke depan, keadaan krisis dan bencana ekologis tidak terus melanda Indonesia dan daerah.
”Pemerintah pusat dan daerah patut bercermin dari gagalnya Negara memenuhi kepentingan ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan kesejahteraan umum rakyat secara berkeadilan dan bermartabat” katanya.
Lanjut Andy, pada tingkat lokal, permasalahan lingkungan di Kalsel semakin bermunculan dari tahun ke tahun. Dari permasalahan klasik tentang kebijakan pemerintah, pertambangan, kehutanan, kelautan sampai pada permasalahan sampah dan sungai yang tak kunjung berakhir. Sementara isu lingkungan masih belum menjadi isu utama di tingkat masyarakat.
Selama 3 tahun terakhir setidaknya Walhi Kalsel mendapat banyak laporan kasus yang telah tercatat. Dan kasus yang sedang ditangani oleh Walhi Kalsel, terbagi menjadi 11 kasus pertambangan, 11 kasus perkebunan sawit dan kayu, 2 kasus pedagang kaki lima, serta 1 kasus penganiayaan.
“Fenomena ini terus berlangsung di beberapa kawasan, yakni kawasan Meratus, Banua Anam, perkotaan, hingga daerah pesisir dan kepulauan di Kotabaru dan Tanah Bumbu. Fenomea terkait pencemaran (udara, air, tanah), pelanggaran tata ruang, alih fungsi lahan, praktek eksploitasi, hingga pelanggaran hukum lingkungan” ujarnya. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar