Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 25 Februari 2012

250112-rabu(kamis)-pentas teater API di TB.2.doc

Photo: mb/ara
PESAN – Lakon Bronkos tidak hanya menyampaikan pesan tentang RSJ, mall dan dunia yang palsu saja, tapi juga persoalan eksploitasi alam dll.

Melalui Aksi Panggung Melahirkan Aksi Jalanan


BANJARMASIN – Seni adalah rasa. Sehinga pertunjukan seni yang bisa dikatakan berhasil, yaitu seni yang bisa membangkitkan rasa kepedulian. Melalui pesan yang disampaikan, kemudian terwujud dalam kehidupan. Berangkat dari pertunjukan panggung, rasa yang terlahir bisa saja menjadi aksi jalanan.
Dalam perbincangan Mata Banua dengan Luhur Kayungga, seusai pementasan Brongkos oleh Teater Api Indonesia (TAI) dari Surabaya di gedung Balairung Sari Taman Budaya Kalsel, pada Jumat (20/1) malam yang lalu. Terungkap beragam pesan dan permasalahan yang ingin disampaikan melalui lakon Brongkos.
Luhur Kayungga adalah sutradara dan salah satu aktor dari lakon Brongkos yang dipentaskan. Menurutnya, dari seni lalu menimbulkan sebuah empati yang akhirnya menimbulakan aksi turun kejalan. Jangan pernah menganggap remeh seni, seni adalah kekuatan yang terbangun dari dalam diri.
Apabila secara naluri masyarakat bisa tersentuh, mempengaruhi pola pikir seseorang. Sehinga bisa merubah suatu sikap, sehinga kesadaran itu akan melahirkan geraka sosial. Kesenian adalah memberikan suatu stimulus dan inspirasi, sehingga melahirkan pemikiran, dan penyadaran.
“Kami adalah aktivis seni, kami menyuarakan kepedulian melalui seni. Kami mengkritisi dan mengangkat permasalahan melalui seni. Ketika aktivis sosial merasa perlu melakukan penekanan dengan cara begitu (turun kejalan). Maka dalam kesenian, para aktivisnya juga melakukan penekanan permasalahan, namun dengan cara yang berbeda.
Bagaimana kawan-kawan harus melawan setelah menonton pementasan ini. Sebagai kreator kami mempunyai cara sendiri. Secara kebetulan menyentuh semua persoalan yang ada disuatu kota, apakah masalah tanah, lingkungan dll. Artinya sama-sama berkometmen untuk melakukan kontrol di dalam masyarakat, walau pada media yang tidak sama.” katanya.
Luhur melanjutkan, bahwa ia ingin melihat, bagaimana penonton suatu daerah menafsirkan apa yang sudah ditampilkan TAI. Begitu pula dengan ulasan yang akan dilakukan media massa. Sejauh mana dapat menangkap pesan yang disampaikan.
Apakah hanya terbatas pada sinopsis yang diberikan, atau yang disampaikan dalam dialog? Atau lebih jauh menggali realitas yang terjadi dari kehidupan, tidak hanya terbatas dari pementasan maupun dari perbincangan. Disinilah letak kedalaman pemikiran dan penafsiran.
Lakon Brongkos tidak hanya menyampaikan pesan tentang potret kematian orang-orang, dunia yang palsu tidak berotak dan tidak punya nyali. Atau penjungkirbalikan logika dan kebenaran sebuah Rumah Sakit Jiwa, yang dipadamkan dengan etalase di mall atau plasa dalam kehidupan modern.
Beberapa media massa di Surabaya, mengaitkan lakon Brongkos dengan persolan TKW. Sehingga ulasan yang diberikan menyoroti tentang masalah TKW, bagaimana TKW diperlakukan dll. “Melalui pengalaman dan pengetahuan masing-masing, bisa mempersepsikan dan menafsirkan dalam beragam keadaan dan situasi” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar