- Ali Syamsudin Arsi
- Tiga buku kumpulan Gumam ASA antara lain berjudul Istana Daun Retak, Tubuh Di Hutan-Hutan, dan negeri benang pada Sekeping Papan.
Biarkan Gumam Memantulkan Dirinya Sendiri
BANJARMASIN – Pertanyaan besarnya, adakah Gumam ini masuk dalam salah satu jenis gaya penulisan, sebagai karya dalam jenis apa ia? Tanya Ali Syamsudin Arsi (ASA), beberapa waktu yang lalu dengan Mata Banua.
Kumpulan Gumam ASA telah terangkum dalam empat buku, yang akan dilanjutkan dengan buku Gumam berikutnya. Tiga buku kumpulan Gumam ASA antara lain berjudul Istana Daun Retak, Tubuh Di Hutan-Hutan, dan negeri benang pada Sekeping Papan.
Menurut penyair Kalsel ini, ia tidak akan menjawab pertanyaan itu. Tapi menyerahkan kepada kejelian pembaca. Serta tidak memaksakan diri, untuk masuk ke tata ruang mana pun dalam gaya sastra. Walaupun ia mengakui, ada dorongan dalam dirinya untuk memproklamasikan Gumam, agar masuk dalam ranah sastra.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, ASA membebaskan saja hasrat besar (memproklamasikan Gumam) ke udara luas. Melepaskan Gumam untuk memantulkan dirinya sendiri, menjadi sesuatu yang liar. Namun dalam keliaran pantulan Gumam, dapat ditarik percik-perciknya, dapat dipungut bias-biasnya. Karena sumber bias itu sendiri teramat jauh, tetapi tetap ada.
Pada Gumam Dari Istana Daun Retak, ASA menulis:
telunjuk mengarah pada satu titik, istana daun retak/ bertahun sudah mencoba membangun/ lembar-lembar daun, dari yang berserak/ kepada menghimpun/ telunjuk itu membuka garis-garis/ di telapak// lihat, ini pasukan cicak/ di belantara rimbun daun dan jejak-jejak/ dengan, suara-suara gemeretak/ dari helai-helai daun yang mulai retak/ kering, lusuh-lapuk menuju lenyap//
sebagaimana hikayat dari bangunan sebuah istana/ pasir-pasir menjadi perih di tempias-tempias kelopak/ buih-buih dari berjuta bahwa akan selesai bila telah berucap/ ternyata tidak segampang itu ternyata tidak semudah itu/ ternyata tanah tempat bangunan istana itu/ terbuat dari serak-serak rerimbun/ daun-daun tetak/ runtuh pun mengancam di puncak/ mahkota-mahkota, ya mahkota dari/ cuaca terkuak/ tak jua tak tak memperjelas gerak, tak//
lihat, ini pasukan manusia kelas paling miskin/ berduyun berjejal terinjak-injak/ dengar, gemuruh di dapur-dapur lusuh dan sakit/ pasukan perut yang selalu melilit// setelah ini, siap lagi tampil mendaftar/ istaqna daun retak// banjarbaru, 19 Januari 2010.
ASA berharap, dari secercah detil dalam Gumam, bisa memberikan inspirasi untuk melakukan sesuatu tindakan nyata yang lebih besar dan bermakna.
“Apapun bentuk peristiwa yang dialami oleh gumam dalam perjalanannya, tetaplah sebagai sebuah proses kreatif penulisan. Sebagai jejak telapak di sepanjang perjalanannya. Tidak perlu dipaksakan menjadi harus jelas, sebab ada beberapa petunjuk tersimpan sebagai rahasia. Seperti saat roda-roda kekuasaan digelindingkan, saat gerigi tajam kekuasaan dijalankan” ujarnya. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar