Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 24 Februari 2012

130112-jumat(sabtu)-rencana konsolidasi walhi (Dm.170112).doc

Batasan Wewenang Dijadikan Alasan


BANJARMASIN – Banyak harapan yang ditujukan kepada Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi lainnya, untuk menyelesaikan konflik sosial, konflik agraria dan lingkungan. Namun harapan tersebut seringkali menjadi bias.
Hal ini diungkapkan oleh Rahmat Mulyadi atau yang biasa di panggil Abu, dari Divisi P3OR Walhi Kalsel, kepada Mata Banua seusai aksi demonstrasi damai menuntut Pemulihan Hak-Hak Rakyat, pada Kamis (12/1) siang, di depan DPRD Kalsel.
Menurut Abu, menanggapi alasan keterbatasan wewenang dan sistem yang diberikan oleh dua anggota DPRD Kalsel yang menemui demonstran.
Bahwa sistem yang dirancang dan disusun oleh pemerintah, terkadang hanya mengatasnamakan rakyat, dalam prakteknya malah tidak berpihak dengan rakyat. Tapi berpihak dengan pengusaha dan pemodal asing, yang hanya memberi keuntungan sepihak kepada kelompok-kelompok tertentu saja.
Akhirnya sistem kembali dijadikan alasan, pembenaran keterbatasan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi dalam mengatasi dan mengantisipasi konflik sosial, konflik agraria dan lingkungan.
Ketika Pemerintah diminta bertindak, pemerintah akan berlindung dengan undang-undang dan perda yang telah ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat. Saat Dewan Perwakilan Rakyat diminta penyelesaiannya, ia akan mengetengahkan alasan batasan wewenang. Sampai kapanpun persoalan tidak akan pernah selesai, bila saling melempar tanggung jawab.
Mediasi-mediasi yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyelesaikan permasalahan seringkali hanya bersifat politis, atau hanya untuk mengulur waktu. Dikatakan bersifat politis, karena anggota Dewan Perwakilan Rakyat kekuasaannya dan keputusannya ada pada kebijakan partai masing-masing.
Sementara partai-partai yang mempunyai jaringan hingga tingkat paling dasar dalam masyarakat, tidak melakukan tindakan apa-apa dengan konflik sosial, konflik agraria dan lingkungan yang terjadi pada rakyat kecil. Kalaupun permasalahan itu dimunculkan oleh partai, sekali lagi itu hanya untuk mendongkrak kekuasanan politik.
Di sisi lain Abu mengakui, kalau selama ini gerakan-gerakan aktivis pro lingkungan dan demokrasi yang dapat menjaga pilar-pilar penyangga keberlangsungan kehidupan rakyat dan lingkungan tengah mengalami kelesuan dan kevakuman. Baik karena disebabkan permasalahan internal ataupun kurangnya konsolidasi.
Untuk tercapainya pengembalian kedaulatan rakyat atas pengelolaan sumber daya alam. “Maka perlu proses penyadaran akan pentingnya pergerakan melawan dominasi neoliberalisme. Pemahaman ideologi yang kuat yang disertai konsolidasi yang intensif oleh para penggerak pro lingkungan dan demokrasi. Kemudian menetapkan rencana advokasi dan kampanye lingkungan di 2012” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar