Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 25 Februari 2012

270112-jumat(sabtu)-manyanggar banua di barikin.4.doc

Photo: mb/ara
PROSESI – Salah satu prosesi upacara adat Babunga Tahun Manyanggar Banua di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HSU), pada 22 sd 23 Januari 2012

Bagaimana Seharusnya Menyambut Tamu


BANJARMASIN – Selain dari perbedaan versi riwayat Datu Taruna, selama dalam perjalanan Mata Banua denga Rombongan Taman Budaya Kalsel, menghadiri upacara adat Manyanggar Banua di Desa Barikin, di dapat pula beragam persolan lain yang harus disikapi dengan bijaksana oleh semua pihak.
Menyimak ragam riwayat Datu Taruna yang telah menjadi legenda rakyat, hingga prosesi ritual adat yang kini dilaksanakan. Setiap prosesi ritual selalu erat kaitannya dengan hal-hal yang gaib, baik dari keyakinan dan kepercayaan setempat, histeria yang terjadi saat prosesi ritual, bentuk sesajen, prosesi upacara, juriat yang sakit tidak bisa sembuh apabila belum melaksanakan ritual ataupun hal-hal lainnya. Selalu saja menjadi persolan yang dipertentangkan oleh sebagian kelompok fanatik. Situasi yang terus berlangsung dari zaman dulu hingga sekarang.
Menurut pemerhati budaya daerah, Mukhlis Maman. Pertentangan yang seharusnya tidak terjadi, antara penganut fanatik agama dengan masyarakat yang ingin menjaga kearifan tradisi adatnya. Pertentangan yang sebenarnya bisa diselaraskan, bila saling memahami posisi pijakan masing-masing.
Ritual Babunga Tahun Manyanggar Banua di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HSU), adalah memperingati nampak tilas perjalanan Datu Taruna. Yaitu bagaimana cara menerima tamu, bagaimana cara menjamu tamu, dan bagaimana cara menyuguhkan kesenian kepada tamu, kata Mukhlis Maman Pemerhati Budaya Banjar.
Seperti yang sudah dilakukan Datu Taruna dalam menyambut kedatangan sahabat-sahabatnya, dan tamu yang singgah di Desa Pematang Kambat. Disambut dengan suguhan berupa sajian dan pertunjukan kesenian klasik di sebuah tempat pasanggrahan.
Bagi juriat Datu Taruna sendiri, membenahi beragam versi riwayat untuk diluruskan kembali, menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Begitupula menyatukan riak-riak konflik antar juriat, yang terjadi selama masa ke vakuman pelaksanaan prosesi adat Babunga Tahun Manyanggar Banua.
Setelah 9 tahun Babunga Tahun Manyanggar Banua terhenti dilaksanakan. Antara pelaksanaan terakhir pada 2002 sampai dengan 2011, selama itu pula juriat Datu Taruna terpencar kesegala pelosok daerah. Baik yang ada di Kalteng maupun di Kaltim, dan di 2012 ini semua juriat kembali menyatu dalam sebuah prosesi adat.
“Walau masih tidak bisa dipastikan, apakah akan dilaksanakan di tahun berikutnya” ujar Mukhlis.
Keterkaitan Datu Taruna dengan sejarah Kesultanan Banjar, mendapat dukungan dari Raja Muda Khairul Saleh. Apalagi dengan adanya sambutan Bupati HSU, H Khairul Rasyid yang ingin menjadikan Babunga Tahun Manyanggar Banua sebagai agenda budaya HSU, dan dengan kemasan yang lebih baik lagi sebagai potensi wisata budaya daerah. Serta dengan tujuan agar keunikan dan kearifan upacara adat, dapat diketahui generasi muda daerah.
“Harapan memang ada, tetapi entah dengan kebijakan kepala daerah HSU selanjutnya! kata Mukhlis lagi.
Kepala Taman Budaya Kalsel, Drs Noor Hidayat Sultan, menambahkan bahwa disamping maksud dan tujuan dari ritual tersebut, maka ungkapan syukur dan doa untuk kemakmuran daerah, yang turut menjadi bagian dalam prosesi Babunga Tahun Manyanggar Banua, merupakan kearifan lokal yang harus dilestarikan.
“Apabila tradisi ini di kelola dengan baik, akan menambah kekayaan wisata adat dan budaya daerah” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar