Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 24 Februari 2012

120112-kamis(jumat)-aksi demo tanah walhi se indonesia vs DPRD.doc

DPRD Tidak Bisa Merubah Sistem Begitu Saja


BANJARMASIN – Kalaupun tuntutan demostran, agar DPR bisa menyelesaikan persoalan konflik sosial secepatnya. Itu tidak bisa dilakukan begitu saja, karena ada sistem yang mengatur fungsi dan wewenang masing-masing.
Hal ini diungkapkan oleh Riswandi, anggota DPRD Kalsel dari komisi III, seusai menemui demonstras aksi damai menuntut Pemulihan Hak-Hak Rakyat, pada pada Kamis (12/1) siang.
Demostran bergerak dari Universitas Lambung Mangkurat sekitar pukul 10.00 Wita, dan sampai di depan DPRD sekitar pukul 11.00 Wita. Setelah lebih dari satu jam demonstran berorasi bergantian dan sempat menampilkan tarian adat Balian dari suku Dayak, baru dua anggota DPRD Kalsel (Riswandi dan Faturrahman) menemui demostran.
Itupun setelah koordinator aksi (Rahmat Mulyadi atau yang biasa di panggil Abu, dari Divisi P3OR Walhi Kalsel) mengancam, apabila anggota DPRD Kalsel tidak bersedia keluar menemui demostran, maka demonstran akan masuk ke komplek DPRD Kalsel.
Terjadi perdebatan yang sengit antara demostran dengan Riswandi politisi dari PKS ini. Demostran menginginkan agar DPRD Kalsel segera bertindak mengatasi konflik sosial yang terjadi seperti yang ada dalam tuntutan. Serta jangan hanya memfasilitasinya saja, tapi mengambil tindakan yang nyata dan tegas.
Kepada Mata Banua, Riswandi menjelaskan bahwa persoalannya ada di sistem, Tentunya setiap DPR mempunyai kewenangan masing-masing, tidak bisa di tabrak tabrak begitu saja. DPR RI ada mempunyai kewenangan, DPRD Provinsi ada mempunyai kewenangan, begitu pula DPRD Kabupaten/kota. Selain itu, adapula kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Ia mengakui kalau konflik sosial tidak hanya banyak terjadi di luar Kalsel, namun di Kalsel juga telah terjadi, begitu pula konflik mengenai agraria.
Menurutnya, wewenang yang menangani masalah hukum dan agraria ada pada DPRD Kalsel komisi I. “Kami merespon positif atas demonstrasi hari ini, ini bagian dari aspirasi masyarakat yang harus dihormati. Apabila kasus yang diajukan tersebut adalah rill, akan segera kami tindak lanjuti” ujarnya.
Tuntutan demostran yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Perlawanan Terhadap Perampasan Tanah-Tanah Rakyat.
Tuntutan untuk Kalsel antara lain:
Mendesak Gubernur Kalsel dan seluruh pemerintahan di Kalsel, untuk menghentikan ekspansi industri perkebunan besar sawit.
Mendesak DPRD Kalsel untuk proaktif melindungi tanah-tanah rakyat dari perampasan.
Tarik dan evaluasi seluruh aparat POLRI dan TNI di lokasi konflik sumber daya alam di Kalsel.
Mendesak Kapolda Kalsel untuk menindak oknum polisi yang terlibat bisnis disektor sumber daya alam.
Penegakan hukum bagi pelanggar Perda no 3 tahun 2008, tentang larangan penggunaan jalan Negara untuk batubara dan sawit.
Pengakuan hak-hak masyarakat adat, serta menolak rencana PT Adaro untuk peningkatan kapasitas produksi batubara menjadi 80 juta ton per tahun.
Tuntutan secara nasional yaitu:
Hentikan segala bentuk perampasan tanah rakyat yang mengatasnamakan investasi untuk pertumbuhan ekonomi, serta kembalikan tanah rakyat yang dirampas.
Mendesak pelaksanaan reforma agrarian sejati, sesuai amanat konstitusi 1945 dan UUPA tahun 1960.
Mendesak DPR RI untuk membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria.
Tarik dan evaluasi seluruh aparat POLRI dan TNI di lokasi konflik sumber daya alam. Serta bebaskan para pejuang rakyat yang ditahan dalam melawan perampasan tanah.
Mendesak DPR RI menggunakan hak interpelasinya untuk meminta pertanggung jawaban SBY atas terjadinya pelanggaran HAM berat di sektor agraria dan sumber daya alam.
Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati sesuai dengan Konsitusi 1945 dan UUPA 1960.
Melakukan Audit Legal dan Sosial Ekonomi terhadap segala Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan, Hak Guna Bangunan (HGB), SK Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik kepada Swasta dan BUMN yang telah diberikan dan segera mencabutnya untuk kepentingan rakyat.
Membubarkan Perhutani dan memberikan hak yang lebih luas kepada rakyat, penduduk desa dan masyarakat adat dalam mengelola hutan.
Penegakan Hak Asasi Petani dengan cara mengesahkan RUU Perlindungan Hak Asasi Petani dan RUU Kedaulatan Pangan sesuai tuntutan rakyat.
Penegakan Hak Masyarakat Adat melalui Pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak – Hak Masyarakat Adat.
Pemulihan Hak dan Wewenang Desa dengan segera menyusun RUU Desa yang bertujuan memulihkan hak dan wewenang desa, atau nama lain yang sejenis dalam bidang ekonomi, politik hukum dan budaya.
Penegakan Hak Asasi Buruh dengan Menghentikan Politik Upah Murah dan Sistem Kerja Out Sourcing, serta membangun Industrialisasi Nasional.
Penegakan Hak Asasi Nelayan Tradisional, melalui perlindungan wilayah tangkap nelayan tradisional.
Pencabutan sejumlah UU yang telah mengakibatkan perampasan tanah yaitu : UU No.25/2007 Penanaman Modal, UU 41/1999 Kehutanan, UU 18/2004 Perkebunan, UU 7/2004 Sumber Daya Air, UU 27/2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU 4/2009 Minerba, UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan.
Serta Pencabutan UUPPTKILN No.39 tahun 2004 dan Bentuk Undang-undang yang menjamin hak-hak Buruh Migran Indonesia dan Keluarganya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar