Photo: Jamal T Suryanata
Era Kebangkitan Kembali Sastra
BANJARMASIN – Setelah tumbangnya rezim Orde Baru (Orba) di penghujung abad yang lalu (1998), masa-masa stigmatis berwajah fobisastra semacam itu, kini telah mencair secara drastis, seiring dengan hembusan angin segar, yang dibawa oleh rezim Orde Reformasi, ungkap Jamal T Suryanata, beberapa waktu yang lalu.
Menurut Jamal, terbukanya gerbang kebebasan ekspresi dan resepsi sastra, dalam sepuluh tahun terakhir ini, dapat dipandang sebagai era kebangkitan kembali (semacam renaissance) sastra Indonesia modern, setelah selama lebih dari tiga dasawarsa, seakan terus terkungkung dibawah kendali politik kenegaraan, model rezim Orba.
Melalui otoritas para penguasa rezim Orba yang militeristik, sering bertindak represif, dan cenderung memperlakukan sastra sebagai suatu gejala budaya yang destruktif.
Selama masa Orba, sastra secara apriori diasumsikan sebagai sebuah energi besar yang menyimpan lahar panas, sehingga suatu ketika pada saatnya, dapat meletus dan membawa perubahan besar pula dalam dinamika-sosial politik (khususnya dalam konteks stabilitas nasional),
Atas dasar tersebut, pada akhirnya keberadaan sastra (berikut sepak terjang para sastrawan), harus dikontrol secara superketat.
Sekarang, kita sudah berada didunia baru, di alat baru, dengan semangat dan paradigma baru pula. Kehidupan sastra, juga bebudayaan Indonesia pada umumnya, kini sudah dapat bernapas bebas dan bergerak secara sangat leluasa. Kini, tak ada kekang, tak ada kendali lagi.
“Akan tetapi, ditinjau dari kacamata moralitas, tampaknya juga perlu kita sadari, bahwa ternyata kebebasan ekspresi dan resepsi sastra itu, memang tidak selalu menguntungkan.
Ternyata pula, kebebasan itu tidaklah identik dengan kemajuan, dan tidak pula selalu bermakna positif bagi peradaban suatu bangsa” ujar Jamal. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar