Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

271011-kamis(jumat)-sutardji.1

Photo: Sutardji Calzoum Bachri

Hanya Penyair Serius Yang Berlandaskan Kebenaran

BANJARMASIN – Bagaimana cara memandang seorang seniman dari kehidupan dan karya yang dihasilkannya, agar tidak terjerumus pada penilaian yang keliru atau berlebihan?
Dari sudut pandang seorang budayawan, Drs Syarifuddin R telah menyebutkan, bahwa sosok seniman beserta karyanya, tidak serta merta mewakili dirinya sendiri. Karena penilaian pada figur seniman dan karyanya, tidaklah bijaksana, kalau hanya dicermati dari satu sisi implementasi yang lahir semata.
Kemudian bagaimana seniman itu sendiri, menginginkan penilaian orang lain terhadap dirinya. Sutardji Calzoum Bachri yang di juluki sebagai Presidennya Penyair Indonesia, mempunyai pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Syarifuddin.
Sutardji pernah datang ke Kalsel, dan menjadi nara sumber dalam Aruh Sastra Kalsel III di Kotabaru pada 2006, serta perjumpaan Mata Banua beberapa kali dengannya, pada event sastra di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Melalui perbincangan Via sms hingga Rabu (26/10) malam, Sutardji mengatakan kalau pada kenyataannya, penyair yang serius selalu mengembarakan perasaannya atau  feeling dzauqnya, pada lembah-lembah dasar, dari suka duka kemanusiaan, dan selalu konsentrasi pada penciptaan karya puisi.
Profesi penyair adalah menciptakan sajak, dan bukan mengerjakan sajak, atau merealisasikan sendiri puisinya menjadi kenyataan. Tugas terakhir ini dibebankan pada pembacanya.
Pada para pembacalah terjadi realisasi dari puisi itu berupa perasaan, empati, simpati dan sebagainya. Berikutnya realisasi psikologis ini, berkembang menjadi realisasi kongkrit di dunia nyata, berupa tindakan-tindakan yang terinspirasi dari sajak tersebut. 
Karena profesi para penyair cenderung tidak mengerjakan apa yang dikatakannya, maka ada ruang bagi penyair untuk cenderung bisa tergoda untuk bebas, tidak memperdulikan pertanggung jawaban terhadap karya-karyanya.
Ruang bebas itulah yang diberi peringatan oleh Tuhan, agar kebebasan yang dimiliki penyair, selalu dikaitkan pada iman (kecuali para penyair yang tidak beriman).
“Hemat saya, kalau ditafsirkan secara duniawi, bisa berarti para penyair seriuslah yang selalu melandaskan dirinya pada kebenaran, dalam meningkatkan atau mengembalikan martabat manusia, sebagai makhluk termulia di bumi.
Dalam fungsinya sebagai karya, yang ingin melandaskan dirinya pada kebenaran dan martabat manusia yang luhur itulah, puisi menjadi penting. Penting dilihat dari sisi manusia sebagai individu” katanya.
Lanjut Sutardji “puisi bisa meninggikan dan meluhurkan martabat manusia, dan penting dari sisi sosial, puisi bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan sejarah.
Dilihat dari sisi kenyataan maupun secara teoritis, puisi bisa menjadi unsur yang menciptakan sejarah, sebagaimana firman Tuhan menciptakan sejarah jagat raya” ungkapnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar