Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

051211-senin(selasa)-budaya diskusi dikalangan seniman

Photo: mb/ara
KASISAB - Diskusi budaya Dwi Mingguan Kasisab Institut di Taman Budaya Kalsel, masih tidak terarah

Diskusi Seniman, Budaya Barucau Di Warung Kopi

BANJARMASIN – Diskusi budaya di tengah masyarakat harus digalakkan, sehingga pemahaman masyarakat terhadap budaya daerahnya sendiri, semakin mendalam. Hal ini diungkapkan pemerhati budaya Drs Mukhlis Maman beberapa waktu yang lalu.
Dilain pihak Drs Ali Syamsudin Arsi, salah satu sastrawan Kalsel, mengakui bahwa sudah banyak kegiatan diskusi rutin yang dilakukan seniman, sastrawan dan budayawan daerah sejak dulu. “Tapi selalu saja kegiatan diskusi tersebut tidak bertahan lama. Dan sangat sulit mengarahkan pembicaraan pada satu pokok permasalahan” katanya pada Minggu (4/12) sore kepada Mata Banua.
            Menurut Sainul Hermawan, pengajar FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Diskusi tidak hanya pada sebuah kegiatan tahunan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga, kelompok atau organisasi tertentu. Tapi diskusi rutin satu minggu sekali, dua minggu sekali atau satu bulan sekali.
Diskusi bagi kalangan mahasiswa atau kalangan intelektual, akan lebih terarah. Beda dengan diskusi yang dilakukan seniman atau sastrawan dan budayawan.
Di Kalsel umumnya atau Banjarmasin khususnya, diskusi seniman, sastrawan dan budayawan, kebanyakan tidak terarah. Karakter seniman, cenderung menonjolkan diri sendiri dan tidak mau mengalah, akan sangat kentara.
Masing-masing hanya melempar wacana dan permasalahan. Atau hanya bertahan dengan pendapat sendiri, tanpa mau menerima pendapat dari yang lain. Tentu saja diskusi diakhiri tanpa ada kesimpulan, serta tidak ada tindak lanjut.
Tertlalu banyak wacana, komentar dan masalah yang tidak terfokus. Ditambah diskusi yang tidak teratur, menjadi sebab sebuah diskusi tidak berkualitas. Apalagi moderator diskusi tidak bisa mengarahkan pembicaraan, akan memperparah keadaan.
“Bisa dikatakan budaya diskusi seniman, sastrawan dan budayawan kita, lebih pada budaya barucau di warung kopi. Hasilnya sulit untuk dijadikan pegangan” ujar Sainul. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar