Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

171011-senen(selasa)-perkembangan sastra dr arsyad.2

Sastrawan Kalsel Periode Jepang Dan Sesudah Perang

BANJARMASIN – Kalau sebelumnya, beberapa waktu yang lalu Arsyad Indradi telah menceritakan sastrawan-sastrawan Kalsel, pada Periode Sebelum Perang. Kali ini ia kembali meneruskan kisahnya, untuk sastrawan Kalsel pada Periode Pendudukan Jepang/ Revolusi Fisik dan Periode Tahun 50-an (sesudah perang).
            Berdasarkan buku Data-Data Kesenian Daerah Kalsel, yang berupa stensilan, diterbitkan Depdikbud Kanwil Prov Kalsel, Proyek Pusat Pengenbangan Kesenian Kalsel 1975/1976, yang Arsyad temukan di antara buku-buku lama koleksinya.
            Menurut Arsyad, disamping sastrawan terdahulu (sebelum perang) yang masih masih tetap berkarya, diperode pendudukan jepang muncul sederetan nama, antara lain Aliansyah Luji (penyair, prosais, Banjarmasin), Zafri Zamzam (penyair, Banjarmasin), H Ahmad Basuni (cerpenis, Banjarmasin), SM Darul (penyair, Kandangan), Masdan Rozhani (penyair, cerpenis, Kandangan), Asycor Z (Asyikin Noor Zuhri, penyair, Jakarta).
Yang paling produktif pada periode ini, menjelang dan sesudah tahun 50-an adalah Alinsyah Luji. Banyak puisinya di majalah Mimbar Indonesia, Siasat/Gelanggang, Mutiara dan lain-lain. Romannya antara lain, Memperebutkan Mawar di Candi Agung (Getaran Masyarakat, 1955, Banjarmasin), Intan Berlumur Darah (Fa Widya, 1956, Bandung) dalam dua jilid.
Kemudian Puisi-puisi Asycor Z (Asyikin Noor Zuhri) dan SM Darul dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia menjelang dan sesudah tahun 50-an.
            Pada Periode 50-an, menjadi lebih semarak lagi dengan kemunculan sastrawan-sastrawan muda. Hal ini karena sarana-sarana penerbitan sangat menunjang, seperti Mimbar Indonesia, Indonesia, Siasat/Gelanggang, Budaya, Konfrontasi, Merdeka/Genta, Kisah,Roman, Basis, Media, Gajahmada, serta surat kabar baik di Jakarta mau pun di Kalsel sendiri.
Umumnya sastrawan muda tersebut, adalah penyair dengan sederetan nama seperti Ramtha Martha nama aslinya Rahmad Marlin (Martapura), Darmansyah Zauhidie (Kandangan), Hijaz Yamani (Banjarmasin), Azn.Ariffin (Banjarmasin), Yustan Aziddin (Banjarmasin), Dachri Oskandar (Banjarmasin), Syamsul Suhud (Banjarmasin), Mugeni HM (Banjarmasin).
Lalu ada Taufiqurrahman (Banjarmasin), Syamsul Bachriar AA (Jakarta), Abdul Kadir Ahmad (Banjarmasin), Syamsiar Seman (Barabai), Salim Fachry (Kandangan), Ardiansyah M (Banjarmasin), Gapfuri Arsyad (Banjarmasin), Rustam Effendi Karel (Banjarmasin), Korsen Salman (Banjarmasin), Imran Mansur (Banjarmasin), Gumberan Saleh (Banjarmasin), Adham Burhan (Banjarmasin), dan Sir Rosihan (Sayarkawi, Banjarmasin).
Disamping penyair juga cerpenis seperti, Hijaz Yamani, Syamsiar Seman, Adham Burhan, Ramtha Martha dan Yustan Aziddin. Sedang Gumberan Saleh juga menulis novel.
Sebelum menulis puisi, Yustan Aziddin lebih dulu menulis cerpen untuk cerita minggu pagi pada RRI Banjarmasin, dan juga sandiwara radio. Pada tahun 50-an Ramtha Martha khusus menulis cerpen, yang dimuat di Mimbar Indonesia dan Kisah.
“Kebanyakan penulis pada periode ini, tidak bisa bertahan dan berhenti sama sekali sampai pada periode berikutnya. Kecuali beberapa orang seperti D Zauhidhie, Hijaz Yamani, Ramtha Martha dan Salim Fachry.
Sedangkan Yutan Aziddin dan Adham Burhan, lama istirahat kemudian berkarya lagi ditahun 70-an. Yustan Aziddin, Adham Burhan dan Hijaz Yamani ikut dalam 19 penyair Banjarmasin (Panorama, 1974, DKD Kalsel).
Begitupun dalam pembukuan karya, banyak yang tidak sempat melakukannya. Kecuali D Zauhidhie (Imajinasi) dan Syamsiar Seman (Bingkisan Pagi) dan Gumberan Saleh novelnya (Affair di Tanjung Silat).
Syamsiar Seman lebih produktif lagi sampai 2000-an, dengan beberapa buah buku baik berupa pantun Banjar, cerita rakyat, Peribahasa Banjar, dan adat istiadat Banjar yang diterbitkan oleh penerbit lokal. Buku-bukunya menjadi bahan ajaran mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
Pada 1963 terbit kumpulan puisi Perkenalan di dalam Sajak, yang diprakarsai oleh Yustan Aziddin dan Syamsul Suhud. Penyairnya yang tergabung menurut wilayah geografis dan kurun kepenyairannya.
Ini merupakan antologi penyair-penyair Kalimantan baik periode pendudukan Jepang/revolusi fisik, 50-an, dan 60-an, serta penyair Kalbar, Kalteng dan Kaltim” ujar Si Penyair Gila Arsyad Indradi. ara/mb05

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar