Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

221211-kamis(jumat)-mamanda tubau posko la bastari

Photo: mb/ara
MAMANDA – Kisah kerajaan dalam Mamanda Tubau yang dipentaskan oleh Posko La Bastari pada Festival Kesenian Daerah Banjar 2011 di Taman Budaya Kalsel

Mamanda Tubau Posko La Bastari Kandangan

BANJARMASIN – Teater tradisional Banjar dikenal dengan nama Mamanda, yang dalam perkembangannya terdapat tiga jenis mamanda. Pertama Mamanda Pariuk, kedua Mamanda Tubau, dan ketiga Mamanda Dinas.
Dari ketiga mamanda ini terdapat perbedaan dalam penampilan. Mamanda yang  masih menggunakan penampilan tradisional ada pada Mamanda Periuk dan Mamanda Tubau. Sedangkan Mamanda Dinas yang diperkenalkan oleh Sirajul Huda, lebih bernuansa modern.
            Pemerhati budaya Banjar, Drs Mukhlis Maman, menjelaskan perbedaan antara Mamanda Periuk dan Mamanda Tubau. Mamanda Periuk penyebarannya di daerah sungai, irama lagu pengiring meliuk-liuk, narasi dengan cerita hikayat dan syair, kemudian struktur pertunjukan menggunakan ladon (mengemukakan kisah yang akan dipertunjukkan).
Sementara Mamanda Tubau, menyebar di daerah daratan, irama lagu pengiring pendek dan menanjak, kemudian narasi dengan carang kanda (cerita karangan sutradara yang berhubungan dengan situasi kerajaan tertentu), dan struktur pertunjukan menggunakan kata sambutan dari pemimpin.
“Dapat disimpulkan bahwa perbedaan situasi daerah penyebaran mempengaruhi jenis Mamanda. Oleh karena itu Mamanda Periuk disebut juga Mamanda Batang Banyu atau Mamanda Margasari. Sedang Mamanda Tubau terletak di kampung Tubau, Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah” ujar Mukhlis pada Rabu (21/12) sore.
            Beberapa waktu yang lalu, Posko La Bastari (PLB) dari Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan menampilkan pagelaran Mamanda Tubau, yang berjudul Maniskah Empedu Karena Air Mata,.di Gedung Balairung Sari Taman Budaya Kalsel.dalam Festival Kesenian Daerah Banjar (FKDB) 2011, pada Selasa (13/12) malam.
            Mamanda Tubau yang dibawakan PLB ini menceritakan tentang seorang pemuda yang baik, tetapi setelah menikahi seorang putri dan mendapat tahta di sebuah kerajaan, akhirnya lupa dengan sanak keluarganya. Perangai si pemuda menjadi sombong dan angkuh. Lalu menjadi durhaka dengan orang tua dan saudara kandungnya sendiri.
            Menurut Bahrani, pembina PLB yang telah 60 tahun menggeluti Mamanda semenjak umur 12 tahun. Bahwa Mamanda Periuk hanya menokohkan tari dan nyanyi, sedang Mamanda Tubau menokohkan seperangkat kerajaan dan cerita. Mamanda Tubau lebih dulu muncul sekitar 1930, setelah 40 tahun barulah Mamanda Periuk timbul dan berkembang.
            Mengenai pagelaran PLB dalam FKDB 2011, Bahrani sangat bersyukur, sebab Gubernur Kalsel Drs H Rudy Ariffin, turut menyaksikan hingga akhir pementasan. ara/mb05

1 komentar:

  1. mamanda terus di kembangkan jd masyarakat tidak lagi heran dengan kata mamanda

    BalasHapus