Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

311011-senin(selasa)-bahasa sastrawan Kalsel.1 dr Rustam (Dm.011111)

Bahasa Sastrawan Kalsel

BANJARMASIN – Tidak sedikit penyair Kalsel, memodifikasi ciri berbahasa Indonesia, dengan berbahasa Indonesia plus berbahasa Banjar, ungkap Drs Rustam Effendi MPd PHd, dalam Seminar Nasional Sastra Indonesia (SNSI), yang diselenggarakan oleh Prodi Bahasa Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, pada Sabtu 29 Oktober 2011 yang lalu, di Lantai III aula rektorat Unlam Banjarmasin.
Menurut Rustam, yang dimaksud bahasa di sini, adalah bahasa yang digunakan oleh sastrawan Kalsel, dalam mempresentasikan karya-karyanya. Bagi sastrawan Kalsel ciri bahasa Indonesia, tidak dipertahankan secara ketat.
Tiga klasifikasi bahasa yang digunakan sastrawan Kalsel, yaitu karya sastra berbahasa Indonesia, karya sastra berbahasa Indonesia-Banjar, dan karya sastra berbahasa Banjar.
Tidak sedikit penyair Kalsel memodifikasi bahasa Indonesia dan bahasa Banjar, yang tujuannya untuk mengintensifkan kemampuan bahasa, sebagai sarana pengucapan dan pengungkapan makna yang berbobot rasional dan emosional.
Manakala sastrawan Kalsel menggunakan bahasa Indonesia, dalam karya-karyanya, sadar atau tidak sadar, mereka menjadi kontributor penting dalam mengokohkan fungsi bahasa Indonesia, sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan.
Semakin bahasa Indonesia difungsikan dalam berbagai aspek (karya), maka semakin berprestise dan semakin kuat kedudukannya di mata warganya. Kekuatan kedudukan bahasa Indonesia, harus diimbangi dengan kuatnya kedudukan dan fungsi bahasa daerah. Kalau tidak, kekuatan bahasa Indonesia akan memangsa kelemahan bahasa daerah.
Dalam konteks ini dapat dilihat, bahwa untuk melestarikan bahasa dan budaya minoritas (bahasa dan budaya daerah) bukanlah hal yang mudah. Seperti halnya bahasa Inggris yang sudah memangsa gaya berbahasa dan berbudaya di seluruh dunia, apalagi budaya dan bahasa daerah.
“Maka pengungkapan karya yang menggunakan bahasa Indonesia, tetapi juga memanfaatkan bahasa Banjar, sebagai bagian dari kepenyairan (karya sastra), sangat berdampak positif untuk menyeimbangkan pembinaan, dan pengembangan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Bahasa Indonesia dan bahasa daerah mempunyai fungsi yang berbeda, namun saling berinteraksi, sehingga salah satu diantaranya, tidak menjadi pemangsa” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar