Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

121011-rabu(kamis)-sastra menolak pakem dr Alwy

Naluri Berbahasa Menolak Pembakuan

BANJARMASIN – Hakikatnya kesusastraan dan karya sastra bahkan bahasa, hendak mempertautkan seraya merefleksikan gagasan-gagasan dan ide, yang menjadi pemahaman setiap individu, terhadap objek apa pun disekitar menjadi kreativitas, yang membentuk kesadaran serta kepribadian individu.
Sehingga jika yang dimaksudkan individu adalah mereka yang berada pada ruang lingkup pendidikan (akademis), tentulah sedikit banyak akan merefleksikan kesadaran yang menjadi medan pergulatan kreatif yang membangun simpul kemanusiaan. Kata Jean Paul Sartre, menguraikan hakikat kesusastraan.
Kemudian oleh Goenawan Muhammad (penyair dan penulis esai), melukiskan penemuan bahasa berawal dari sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang ibarat kawah dibawah kepundan yang mengeluarkan asap.
Kata Goenawan, ketika saya menulis mau tak mau hidup dalam privat bahasa, dan dari sana terjadilah impetus untuk menemukan bahasa, sebab bahasa dipermukaan komunikasi, bukanlah bahasa yang selalu memadai dan memuaskan.
Untuk menjelaskan ke dua pendapat dari tokoh sastra tersebut, salah satu sastrawan nasional, Ahmad Syubbanuddin Alwy dalam kunjungannya ke Kalsel bebrapa waktu yang lalu, mengatakan:
“Kesusastraan dan karyanya, senantiasa hadir di tengah pembacanya, sebagai representrasi dari sejumlah kontruksi gagasan dan ide, yang mengilustrasikan pemikiran mutahir, dari berbagai kesadaran yang bertolak pada lingkup berbahasa.
Puisi misalnya, tidak hanya menunjukkan sebatas pengulangan dalam eksplorasi bahasa, yang menunjukkan tema, estetika, stilistika, atau logika yang merefleksikan gagasan-gagasan dari sastrawan sebelumnya. Demikian juga, pada cerita pendek atau novel.
Dengan kata lain, teks-teks karya sastra dalam genre apa pun, untuk merefleksikan logika, menjadi suatu proses penemuan semiotika bahasa dari kreativitas baru, sebagai alternatif penciptaan.
Dan tentu saja teks-teks karya sastra yang tumbuh dalam trans penciptaan, tanpa dibarengi sikap sungguh-sungguh, pada akhirnya, kehilangan pengaruh dalam proses pembacaan dan pemahaman publiknya sendiri.
            Untuk memberi pemaknaan  dalam karya sastra, sangat bersentuhan dengan gagasan yang bersifat vision. Karya sastra, menyimpan naluri berbahasa yang menolak pembakuan terhadap terminology, dan definisi sebagai batas kesimpulan atau pepakem” ulasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar