Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

021111-rabu(kamis)-komentar juri teaterikalisasi puisi TB.1

Photo: mb/ara
PEMENANG - Photo bersama pemenang Lomba Teaterikalisasi Puisi Taman Budaya Kalsel

Interprestasi Puisi Memerlukan Pemahaman Latar Sejarah Puisi

BANJARMASIN – Ketika puisi dijadikan pentas teater, dua hukum menjadi satu. Hukum perpuisian ketika puisi dibacakan, dan hukum panggung saat sebuah teater dipentaskan.
Puisi memerlukan pemaknaan, dan pemaknaan yang tidak mendalam, menyebabkan teaterikalisasi puisi menjadi kurang berbobot. Burhanuddin Soebeli, Drs H Rustam Effendi PhD, dan Drs Ali Syamsudin Arsi, ke tiga juri dalam Lomba Teaterikalisasi Puisi (LTP) di gedung Balairung Sari Taman Budaya (TB) Kalsel, pada Sabtu 29 Oktober 2011 yang lalu, menjelaskan:
            Menurut Burhanuddin Soebeli, banyak peserta LTP yang melewatkan sub judul dari puisi, padahal pada sub judul terdapat intisari dari puisi. Ada pula yang terlalu terpesona tindakan sang tokoh dalam puisi, sehingga lupa dengan semangat kepahlawan dari sang tokoh, yang harus lebih ditonjolkan.
            Hal lain yang tidak kalah penting, bahwa interprestasi puisi memerlukan pemahaman latar sejarah penulisan, dari penciptaan puisinya, bagaimana situasi yang terjadi saat ditulis, dan bagaimana karakter dan kehidupan si penulis.
            Karakter dan sifat-sifat dari penulis puisi, tentu menjadi roh dari puisinya. Maka pemahaman yang kurang terhadap puisi, membuat interprestasi menjadi menyimpang, dari maksud dan tujuan puisi tersebut.
            Sementara, Drs H Rustam Effendi PhD mengatakan, bahwa kejelasan suara atau ucapan yang tepat, juga harus didukung oleh intonasi, jeda, serta pemenggalan kata dan prasa yang pas.
Sehingga makna puisi tidak berubah, kadang-kadang karena begitu meledak-ledak, meluap-luap, sehingga tidak terperhatikan pemenggalan kata, atau prasa atau kosa kata yang tepotong, ini bisa mengubah makna puisi.
Oleh karena itu, tentang vocal, tentang ucapan yang tepat, perlu mendapat perhatian yang khusus, bagi yang ingin membacakan sebuah pusi, agar maknanya tidak terlalu jauh menyimpang.
            Kemudian, Drs Ali Syamsudin Arsi menambahkan, peserta LTP terlalu fokus pada olah tubuh per pribadi atau individu. Sehingga kontruksi kombinasi, dari satu kesatuan kelompok menjadi terabaikan.
Saat para pemain menempati posisi perpindahan-perpindahan yang mengutamakan individu, akibatnya kontruksi pementasan menjadi longgar.
“Hal ini sangat terlihat dari peserta LTP yang pelajar. Yang perlu diolah lagi penampilannya. Dan dari apa yang telah dikatakan oleh dua juri lainnya, dan apa yang aku tambahkan, apabila disatukan, terbentuklah sebuah kesatuan dalam penyajian” ujarnya. ara/mb05


Tidak ada komentar:

Posting Komentar