Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

271011-kamis(jumat)-zawawi.2


Photo: D Zawawi Imron

Kejujuran Melahirkan Karya Yang Indah

BANJARMASIN – Nurani memang harus bicara (kejujuran karya), betapapun kecilnya persoalan. Sekecil-kecil persoalan, jika diterjemahkan kedalam bahasa keindahan yang memadai, akan menjadi puisi yang baik” ungkap D Zawawi Imron, yang pernah datang ke Kalsel, pada Aruh Sastra Kalsel pertama 2004 di Kandangan, dan Aruh Sastra ke tiga 2006 di Kotabaru.
            Melanjutkan perbincangan via telepon dan sms dengan sastrawan pulau Madura yang dijuluki sebagai Sang Celurit Emas ini, hingga Kamis (27/10), ia kemudian lebih banyak menceritakan proses kreatif karya-karyanya yang lahir dari kejujuran.
            Zawawi dilahirkan 1946 di Sumenep, pulau Madura. Pada sebuah dusun yang terletak di lembah sebuah bukit, yang dipinggir-pinggir dusunya masih banyak hutan belukar dan berkeliaran ayam-ayam hutan. Ia dilahirkan ditengah alam yang masih murni dan indah.
Keindahan yang mempengaruhi jiwanya. Ia merasakan bahwa  hidup itu begitu segar, sehingga keadaan alam di sekeliling mempunyai andil besar dalam perjalanan kreatif sastranya di kemudian hari.
“Masa kanak-kanak bagiku adalah masa yang indah, meski diselingi penderitaan. Aku dilahirkan di pada pagi hari, dan setiap pagi aku melihat bagaimana matahari terbit dari celah bukit. Serta menyaksikan bulan purnama muncul dari pucuk siwalan.
Di sebelah selatan rumahku, ada telaga kecil, disitulah aku biasa mandi, sambil memperhatikan capung-capung merah, biru, saling berkejaran. Dan sewaktu-waktu menyentuhkan kakinya ke air. Aku merasakan ini, sebagai pertunjukan yang sangat mengasikkan” katanya.
Lanjut Zawawi “lama-lama dalam memperhatikan benda dan alam, aku di tuntut untuk mencari makna yang ada di balik itu semua. Kemudian bertemu dengan ajaran agama yang formal.
Karena keakraban terhadap alam sekeliling itu, lama-lama terbangun rasa cinta mendalam. Setiap sesuatu dari alam yang aku hayati terasa ada dialog. Dan dialog itu akhirnya membawa kepada Yang Tak terumuskan, untuk menghayati-Nya” ujarnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar