Photo: mb/ara
ASK VIII – Salah satu rangkaian acara dalam Aruh Sastra VIII di Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Mambarasihi Ratik, Manajak Sarubung, Mahampar Tikar
Untuk Aruh Sastra Berikutnya
Banyak masalah yang tersisa dari pelaksanaan Aruh Sastra sebelumnya, yang harus diselesaikan dan diperbaiki, sehingga pelaksanaannya di tahun berikutnya menjadi lebih baik.
ARUH SASTRA Kalsel (ASK) VIII di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) sudah usai. Bagaimana dengan ASK selanjutnya?
Mambarasihi Ratik, Manajak Sarubung, Mahampar Tikar, hanyalah istilah sebuah persiapan yang harus dilakukan jauh-jauh hari. Di mulai dari menginventarisir semua persoalan yang pernah terjadi, kemudian mencari solusi dan penyelesaiannya.
Lalu membuat persiapan yang matang untuk pelaksanaan berikutnya, barulah mempersilahkan tamu untuk duduk bersama-sama, menikmati hidangan sastra yang telah disiapkan.
ASK I 2004 di Kandangan, ASK II 2005 di Tanah Bumbu, ASK III 2006 di Kotabaru, ASK IV 2007 di Amuntai, ASK V 2008 di Balangan, ASK 2009 VI di Batola, ASK VII 2010 di Tanjung, dan ASK VIII 2011 di Barabai.
Berdasarkan rekomendasi rapat pleno ASK VII di Barabai, telah diputuskan bahwa giliran selanjutnya pelaksanaan ASK IX adalah kota Banjarmasin , yang menjadi ibu kota provinsi.
Sudah pasti semua mata seniman dan sastrawan daerah, akan tertuju pada Banjarmasin , dan daerah berikutnya sebagai pelaksana ASK setelah Banjarmasin , turut menatap persiapan ibu kota provinsi ini. Setelah Banjarmasin, menyusul sebagai tempat pelaksanaan ASK X 2013 di Banjarbaru dan ASK XI 2014 di Pelaihari.
Sementara daerah lain yang masih belum bersedia dan siap menjadi pelaksana, hanya diam tanpa kepastian. Begitu pula dengan kabupaten Banjar yang mempunyai kesultanan Banjar, yang menyatakan diri sebagai pengayom seni budaya, masih tidak ada kabar beritanya.
Banyak sastrawan, tokoh seni budaya, maupun petinggi instansi terkait, yang enggan berkomentar. Terutama seputar permasalahan yang pernah terjadi, sebelum ASK di laksanakan pada suatu daerah, maupun sesudah dilaksanakan.
Yang berkomentar pun, meminta untuk tidak disebutkan namanya. Patut diacungi jempol untuk segelintir penyair dan sastrawan yang masih berani terang-terangan bersuara (tidak hanya sebagai pembicaraan warung kopi), dan mengkritisinya.
Sebagian permasalahan yang terlihat jelas dipermukaan, antara lain:
ASK IV, tidak memprogramkan pembuatan antologi penyair Kalsel. Ini sempat menjadi perdebatan diantara sastrawan waktu itu, walau hanya secara kelompok-kelompok kecil, tanpa terekpos keluar.
ASK V, dengan kerancuan penetapan kategore pemenang. Apakah dengan sekian terbaik tanpa ada peringkat, atau dengan peringkat satu, dua, dan tiga. Pada saat pembagian hadiah, sempat menjadi polemik yang cukup panas diantara peserta, tapi ini juga hanya menjadi pembicaraan warung kopi.
ASK VI, adanya perseteruan antara panitia pelaksana, dan sastrawan yang merasa tidak kebagian jatah, dalam mempersiapkan aruh. Menyebabkan adanya aruh tandingan di Banjarmasin .
ASK VII, insiden kecil pengamanan bupati yang sangat agresif, saat bupati menghadirinya. Sehinga ketika salah satu peserta dari Kandangan yang dengan sepontan naik kepanggung, hanya untuk mengucapkan selamat atas terselenggaranya aruh sastra, di geledah dan diinterogasi seperti penjahat, oleh keamanan bupati.
Sementara panitia, yang sebenarnya kenal baik dengan seniman yang sepontan tersebut, hanya diam saja. Tanpa ada tindakan untuk menengahi dan menjelaskan bahwa tujuan si seniman adalah baik, dan tidak bermaksud jahat.
Kemudian, insiden peserta apresiasi seni dari Kotabaru yang kesal karena pada saat tampil, tidak ada satupun yang menonton. Gonzales pemimpin rombongan apresiasi seni dari Kotabaru, sangat kesal karena jauh-jauh datang dari Kotabaru, sudah latihan berbulan-bulan, tapi saat tampil hanya disaksikan oleh mahluk gaib. Dengan marah ia mempertanyakan kinerja panitia dalam memobilisir dan menyiapkan penonton.
ASK VIII, terbongkarnya kasus plagiat yang terjadi pada kegiatan lomba cipta puisi di ASK VI. Sementara pemenang lomba cipta puisi di ASK VIII, adalah plagiator tersebut.
Ditambah dengan kriteria peserta lomba cipta puisi yang masih saja abu-abu, tidak adanya aturan pembatasan antara penulis pemula, dan penulis yang sudah sering mempublikasikan karyanya, atau bisa dikatakan sebagai sastrawan senior.
Lalu, permasalahan editor dalam Bunga Rampai Puisi Aruh Sastra Kalsel (yang berjudul Seloka bisu batu benawa). Dimana editor yang memperlakukan karya penyair lain, selayaknya karya sendiri. Dalam artian bebas mengedit naskah puisi yang masuk, tanpa melakukan konfirmasi dengan penulisnya.
Untuk ASK IX “Taman Budaya siap menjadi tempat pagelaran sastra” kata Kepala Taman Budaya Kalsel, DRS H Norhidayat Sultan, pada Selasa (20/9) siang, tanpa memberi komentar lebih jauh, mengenai persiapan aruh agar menjadi lebih baik, karena tidak mau mencampuri wewenang pemerintah kota, instansi terkait dan sastrawannya yang akan menjadi panitia.
Dalam diskusi Kasisab Kamis (13/10) siang, di Taman Budaya Kalsel, Micky Hidayat mengakui banyaknya masalah dalam ASK yang seharusnya bisa diselesaikan secepatnya, dan ia menawarkan kepada peserta diskusi, yang hampir semuanya adalah sastrawan, untuk membahas masalah yang terjadi dalam ASK. Sampai akhir acara, tawaran Micky kembali hanya menjadi angin lalu, tanpa ada tanggapan serius dari peserta yang hadir.
Dilain pihak, ASK XI memang masih dua tahun lagi. Tapi menurut Ali Syamsudin Arsi, ia dan sastrawan Banjarbaru lainnya telah merapatkan barisan, mempersiapkan rancangan, dan menegosiasikan agenda dengan dinas dan instansi tekait untuk kerjasama.
Nyatalah dalam hal ini sastrawan Banjarbaru, telah benar-benar Mambarasihi Ratik, Manajak Sarubung, wan Mahampar Tikar. ara/mb02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar