Photo: Raudal Tanjung Banua
Lokalitas Karya Sastra Suatu Generasi
Hal ini pernah diungkapkan Raudal Tanjung Banua sastrawan Yogyakarta , dalam perbincangan singkat di Taman Budaya Kalsel pada awal November 2011 yang lalu. Untuk memperjelas maksud Raudal tentang lokalitas sastra, Mata Banua menanyakannya kebali via telepon.
“Pengalaman hidup, peristiwa peristiwa yang di alami atau disaksikan, dan situasi adat budaya disekitar kehidupan, akan menjadi gambaran dalam karya sastra seorang penulis” kata Raudal.
Banyak contoh karya-karya sastrawan yang mengandung lokalitas suatu masa dan telah dikenal secara nasional. Pada zaman transisi pemerintahan Belanda-Jepang, peristiwa di seputar itu, tertuang sangat liar dalam cerpen-cerpen Idroes dalam Dari Ave Maria. Tak Satu Jalan ke Roma atau novel Dan Perang pun Usai karya Ismail Marahimin.
Sejarah pergolakan 1965 yang dramatik, bisa ditelusuri ulang dalam cerpen-cerpen Martin Aleida, novel Anak Tanah Air Ajip Rosidi, atau di sejumlah puisi penyair Lekra/eksil Indonesia seperti Agam Wispi dan Putu Oka Sukanta.
Sikap hidup bangsawan Jawa misalnya, dapat dilihat dalam Para Priayi-Umar Kayam atau Burung-burung Manyar-YB Mangunwijaya. Eksotisme dan ironisme budaya Jawa pedalaman dalam Ronggeng Dukuh karya Paruk-Ahmad Tohari.
Ironisme budaya matrilinial di Minangkabau dalam novel-novel Hamka. Pergulatan budaya Bali antara bangsawan dan hamba sahaya dalam karya Oka Rusmini, atau cerpen-cerpen Gde Aryantha Soethama.
Begitupula banyak karya-karya sastrawan Kalsel yang berlatar budaya masyarakat Banjar. Seperti Merayu Sukma dan Yurni Yusri dengan romannya, Arthum Artha dengan cerpennya, Maseri Matali dengan puisinya, M Yusuf Aziddin, Mugeni Jafri, Haspan Hadna, dan masih banyak generasi berikutnya beserta karya masing-masing.
Di luar Indonesia akan dijumpai karya-karya sastra yang berlatar sejarah dan budaya bangsa-bangsa Arab dan Romawi. Misalnya lewat novel-novel Amin Maalouf. Sejarah Turki Otoman lewat novel Orhan Pamuk. Pergulatan manusia dan bangsa-bangsa Eropa lewat karya-karya Anton Chekov, Frans Kafka, Alexander Dumas sampai Milan Kundera.
Kemudian dengan jernih melihat identitas dan pergulatan bangsa-bangsa Afrika lewat novel Achanue Achebe, Emile Sola, dan Fanon. Psikologis masyarakat Mesir lewat karya Nadjib Mahfudz.
“Melalui karya sastra (puisi, cerpen atau novel) inilah tergambar lokalitas suatu generasi pada masa tersebut. Bagaimana perikehidupan sebuah daerah maupun suatu bangsa yang dituliskan oleh sastrawannya” ujar Raudal, pada Kamis (01/12) sore. ara/mb05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar