Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

040911-minggu(senin)-medan perang di Mtp (Dm.060911 di Berita Kaki hal.1)

Photo: mb/ara
JANTUNGAN – Yang lemah jantung dan merasa terganggu, sebaiknya mengungsi lebih dulu

Dua Malam Menjelang Lebaran Dan Pada Hari Lebaran
Martapura Menjadi Medan Perang

DENTUMAN-dentuman yang memekakkan telinga, menggetarkan tanah dan dinding-dinding rumah, bersahutan diantara kumandang takbir di masjid dan musholla.
 “Ini seperti medan pertempuran, tidak perlu jauh-jauh pergi ke Libya untuk merasakan suasana perang, datang saja ke desa Pekauman Ulu dan desa Antasan Senor Ilir di kabupaten Martapura” ungkap seorang pengunjung yang menyaksikan tradisi bamariaman di bantaran sungai Martapura ini.
Berjejal pengunjung yang ingin menyaksikan, baik di atas jembatan yang menghubungkan desa Pekauman Ulu dan desa Antasan Senor Ilir, maupun di sepanjang jalan di bantaran sungai. Kebanyakan pengunjung berasal dari luar kota Martapura, ada yang datang dari Banjarbaru, Banjarmasin dan daerah lainnya.
Bagi warga pendatang yang diam di dekat dua desa ini, tradisi bamariaman memang sangat mengganggu dan tidak sedikit keluhan yang terlontar, yang katanya mengganggu ke khusuan takbir malam lebaran.
Di lain pihak, bagi warga asli desa Pekauman Ulu dan desa Antasan Senor Ilir, tradisi ini merupakan suatu bentuk perayaan dalam menyambut malam lebaran. Persiapan hingga pelaksanaannya sendiri, tidak hanya dilakukan oleh anak-anak tapi juga orang dewasa.
Suasana dan suara kontras yang menghiasi langit Martapura, diantara dentuman mariaman dan kumandang takbir di masjid dan musholla, menjadi irama yang saling bersahut-sahutan. Perang mariaman ini di laksanakan pula oleh desa lain di sepanjang sungai Martapura.
Salah seorang warga yang tengah asik duduk di depan rumahnya di Pekauman Ulu, berkomentar “kalau ada yang merasa terganggu atau lemah jantung, pada dua malam menjelang lebaran dan besoknya hari lebaran, sebaiknya mengungsi dulu ke desa lain, yang letaknya jauh dari sini” katanya.
Menurut Sakir koordinator bamariaman di desa Antasan Senor Ilir, mengatakan “kami menyiapkan mariaman pipa besi sebanyak 12 buah, yang berdiameter 25 sd 30 cm, dengan panjang sekitar 6 m dan beratnya sekitar 400 kg, yang untuk mengangkatnya perlu 20 orang. Untuk ukuran mariaman yang lebih kecil ada 42 buah.
Malam kemaren (Selasa 30 Agustus), menghabiskan karbit kurang lebih 100 kg, untuk malam ini kami siapkan sebanyak 200 kg, dengan total biaya kurang lebih Rp 3 juta. Kalau biaya pembuatan mariamannya kurang lebih Rp 30 juta” ujarnya.
Sedangkan Yunus koordinator dana bamariaman desa Pekauman Ulu, mengatakan “malam ini untuk karbit mariaman besi kami siapkan 100 kg. Selama dua malam ini biaya karbit ada sekitar Rp 3200000. Semua dana baik dari pembuatan hingga karbit adalah atas sumbangan warga”.
Secara lebih terperinci, Kahfi koordinator bamariaman di desa Pekauman Ulu, pada Rabu (31/8) malam, sekitar pukul 22.00 wita, menceritakan “tradisi bamariaman ini sudah turun-temurun di sini sejak zaman dahulu, sedangkan yang lebih terorganisir kegiatannya di mulai dari tahun 80an.
Baik di desa seberang maupun di desa kami, terbagi menjadi beberapa kelompok, yang setiap kelompok ada ketuanya. Ada kelompok anak-anak dengan mariaman dari kaleng susu, ada kelompok remaja dengan mariaman dari kaleng minyak samin, ada kelompok dewasa dengan mariaman pipa besi, dan ada kelompok yang khusus menangani kembang api atau mercon, yang tentunya semuanya tergantung hoby masing-masing.
Mariaman kaleng susu, berdiameter 7,5 cm, dengan panjang 15 kaleng susu yang di satukan atau dirakit sehingga total panjangnya satu mariaman sekitar 120 cm. Mariaman kaleng susu ini jumlahnya ada puluhan.
Mariaman kaleng minyak samin, berdiameter 15 cm, dengan panjang 18 kaleng yang disatukan, total panjangnya satu mariaman sekitar 216 cm. Jumlah mariamannya ada sekitar 60 buah. Pembuatan mariaman kaleng susu maupun minyak samin ini bisa sampai dua bulan, baru selesai. Persiapan memecah karbit, sebagian sudah di lakukan selama seminggu lebih dulu.
Untuk mariaman pipa besi, sesuai kesepakatan dengan bupati, bagi desa yang dekat kota, besar diameternya tidak boleh lebih dari 35 cm. Dan kami menyiapkan ada 9 buah dengan diameter 22 hingga 35 cm, dengan panjang 12 m, dan ketebalan pipa dari 8 mm sampai 1 cm. Waktu pelaksanaan perang mariaman di mulai dari sekitar pukul 23.00 wita, hingga pukul 04.00 pagi, kemudian seusai sholat Id akan dilanjutkan kembali hingga sore.
Bila ingin menghasilkan bunyi yang keras, tidak sembarangan, ada aturannya. Kalau tidak benar-benar ahli, maka suaranya tidak bagus, bahkan tidak mau berbunyi atau buntat.
Pertama masukkan air, dengan ukuran 2 jari setengah, lalu masukkan karbit sekitar seperempat kg, kemudian diamkan selama tiga menit, setelah itu buka tutup depan mariaman, baru di sulut. Apabila terlalu cepat atau lambat menyulutnya, maka dentumannya tidak maksimal. Agar suara dentuman terdengar bagus juga harus diatur, secara bergantian menyulutnya. Ini perlu kekompakan dan kerja sama kelompok.
            Orang mungkin mengira, suara dentuman bagi yang menyulut, akan sangat keras terdengar. Sebenarnya suaranya tidak terlalu keras, hanya getarannya yang sangat terasa. Suara dentuman akan lebih keras di dengar oleh orang yang berada di depan dan di belakang.
            Untuk mariaman yang lebih besar ada di desa lebih ke dalam, masih di bantaran sungai, sekitar 200 meter dari desa ini. Di sana ada yang namanya mariaman penggentar bumi, dimeternya sekitar 50 cm, dengan panjang lebih dari 15 m. Begitu juga dengan desa di seberangnya. Bisa di bayangkan bagaimana bunyi dentumannya” pungkasnya. ara/mb02


Tidak ada komentar:

Posting Komentar