Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

101210-jumat(sabtu)-Hamberan syahbana1 (Dm.151210)

PENGETAHUAN MEMAHAMI PUISI

BANJARMASIN - Bagi kebanyakan orang, puisi adalah karya sastra yang sulit dipahami, dibandingkan dengan cerpen atau novel, sehingga untuk memahami puisi perlu pengetahuan tersendiri.
Hamberan Syahbana penyair dari Banjarmasin, berbagi pemahaman tentang puisi pada Mata Banua (10/12), ia berkata “informasi yang disajikan dalam sebuah puisi memang tidak selengkap yang ada pada cerpen dan novel. Untaian larik-lariknya lebih banyak menyajikan bahasa-bahasa ungkapan yang memerlukan penafsiran khusus. Rangkaian kata-kata yang tersaji pada umumnya bersifat ambiguitas yakni mengandung banyak makna, dan penafsirannya juga bisa melebar ke mana-mana.
Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam puisi berbentuk perumpamaan, perbandingan, penegasan, bahkan ungkapan sindiran dan pertentangan. Ungkapan-ungkapan tersebut biasanya disebut majas atau gaya bahasa” ujarnya.
Menurut Hamberan “puisi juga menggunakan gambaran-gambaran pengalaman yang biasa disebut citraan, atau imaji. Baik citraan realis maupun citraan surealis, baik gambaran pengalaman secara visual dalam bentuk imaji visual yang dapat dirasakan pembaca seakan benar-benar melihat apa yang digambarkan penulisnya.
Atau gambaran pengalaman secara auditif dalam bentuk imaji auditif yang dapat dirasakan pembaca seolah-olah benar-benar mendengar suara dan kata-kata yang disajikan. Atau gambaran pengalaman rasa cecap dalam bentuk imaji taktil yang dapat dirasakan pembacanya seakan benar-benar merasakan panasnya sesuatu, atau dingin dan sejuk, asam, asin dan sebagainya” kata penyair pensiunan guru SMPN 12 Banjarmasin ini.
Hamberan meneruskan “kadang-kadang penulisnya memasuki ranah yang lain, seperti histories, ekonomi, politik, sosial budaya, religi, bahkan hingga puisi orasi jalanan yang penuh dengan penggugah semangat bercampur hujat dan sumpah serapah.
Untuk membuat puisi lebih indah, lebih enak dibaca, menggugah pendengarnya bila dibaca, penulisnya juga mengeksploitasi kata demi kata dengan membentuk pengulangan bunyi diujung-ujung baris lariknya dalam sebuah bait. Bisa juga diawal kalimat atau ditengah kalimat. Hal ini disebut rima atau pola persajakan.
Terkadang penulis puisi, melakukan pengulangan kata itu di seluruh tubuh puisi. Baik pengulangan bunyi vocal, bunyi sengau, bunyi konsonan, kata, frase, klausa, pengulangan kalimat, bahkan pengulangan baitnya secara utuh. Hal ini disebut irama atau ritme.
Dengan demikian, maka puisi itu semakin meresap ketika dibaca, dihayati, direnungkan dan tentunya untuk dapat dinikmati” pungkas Hamberan Syahbana, yang lahir pada 1948. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar