Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Minggu, 25 Desember 2011

160311-rabu(kamis)-raudal belajar kepada sastra (Dm.180311)


Belajar Kepada Sastra

BANJARMASIN - Belajar kepada sastra, bercermin kepada budaya. Sejauh mana sastra dianggap penting, di tengah masyarakat yang tengah mengalami gegar-budaya? Apakah sastra bisa sebagai sumber rujukan persoalan?
Rabu (16/3), Mata Banua melakukan wawancara melalu telepon dengan Raudal Tanjung Banua, seputar peran sastra. Sebelumnya pada 28 November 2010 yang lalu, Koordinator Komunitas Rumah Lebah yang tinggal di Yogyakarta ini, pernah datang ke Kalsel sebagai nara sumber pada seminar di Aruh Sastra Kalsel VII di Tanjung.
Mengenai peran sastra, Raudal berkata “belum lama, saya mendapat tugas tematik dalam sebuah forum untuk mendiskusikan sebuah keadaan: Belajar kepada sastra, bercermin kepada budaya. Sejauh mana sastra dianggap penting, di tengah masyarakat yang tengah mengalami gegar-budaya?
Apakah sastra bisa sebagai sumber rujukan persoalan, sementara di sisi lain terjadi percepatan material dan industrial? Serta sederet pertanyaan yang kerap diajukan, tapi tetap sulit dijawab” katanya.
Lanjut Raudal “apa yang dapat saya katakan? Tidak banyak, kecuali sebuah kalimat pembuka: Belajar kepada sastra berarti belajar kepada kehidupan. Kenapa? Sebab karya sastra merupakan saripati kehidupan.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, karya sastra yang baik adalah tempat kita belajar banyak hal, dan itu jauh lebih menarik dan asyik. Kita tahu, sebagai karya kreatif, sastra menjadi unik.
Faktor penyebab dari keunikan karya sastra, setidaknya atas dua hal. Pertama, dari sisi kepengarangan ada lisensi-puitika; seorang pengarang mempunyai hak ke luar dari bahasa baku jika memang itu dirasa perlu, mendobrak pakem dan konvensi, namun tanpa kehilangan unsur komunikasinya.
Kedua, dari sisi pembaca, ada ruang interpretasi, di mana setiap pembaca memiliki tafsir atas bacaannya, tapi tentu juga memahami limit-interpretasi.
Para kreator sastra, melalui proses kreatifnya, mengolah hal-hal yang menarik untuk dijadikan teks sastra; bagai seorang koki ia mengolah bahan dan bumbu, lalu terciptalah menu-menu kehidupan untuk dihidangkan kepada pembaca” ujarnya.
Menurut Raudal” karya sastra adalah juga kaca benggala kebudayaan suatu bangsa. Dalam konteks karya sastra, sisi budaya ini boleh jadi akan merujuk perbincangan tentang lokalitas dalam sastra, meski pula sebenarnya budaya tidak hanya terbatas pada lokalitas, dan yang lokalitas pun tidak semata etnisitas.
Pendek kata, belajar kepada sastra hakikatnya belajar pada kehidupan; sedangkan kehidupan merupakan ranah luas tempat persemaian berbagai kebudayaan. Dari sanalah lahir kata, dan ilham tak habis-habis ditimba” pungkasnya. ara/mb05
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar