Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

180111-selasa(rabu)-kontra pakem (Dm.210111)

KONTRA PAKEM TETUA DENGAN GENERASI MUDA

BANJARMASIN – Minat generasi muda terhadap seni budaya selalu berkembang mengikuti jaman dan trend. Saat berbicara mengenai trend akan terjadi benturan-benturan dengan seni budaya tradisional. Benturan-benturan inilah yang harus disikapi dengan bijaksana dan jeli oleh para pemangku seni budaya daerah.
Menurut Sulisno “kita sebagai orang seni tidak akan pernah bosan untuk membicarakannya dan mencari solusi keseimbangan antara seni budaya tradisional dan seni budaya modern.
Melihat perkembangan seni budaya di Kalsel, selalu muncul pertanyaan, apakah kesenian-kesenian tradisi yang tidak lagi diminati, perlu dikembangkan lagi atau diciptakan versi lain dalam wujud karya kreasi, baik kreasi yang dilakukan secara menyeluruh maupun diambil dari salah satu bagian saja? “tanya Sulisno.
Maka ujarnya “persoalan pertama yang sering menjadi pertimbangan dalam pengembangan kesenian tradisi adalah masalah pakem. Sedang pakem adalah pola-pola yang menjadi acuan kerangka pertunjukan seni. Dalam pertunjukan teater, pakem di antaranya terwujud dalam garis besar cerita pertunjukan.
Karena pakem hanya berupa pola maka semestinya tetap memberikan peluang untuk melakukan kreasi. Alur cerita dalam pertunjukan teater bisa saja dirubah-rubah supaya lebih menarik. Yang penting inti ceritanya tetap sama. Bagaimana bentuk-bentuk kesenian dapat terus dikembangkan dan diperbarui tanpa meninggalkan pakem-pakem yang sifatnya fundamental!” ujarnya.
Pada Selasa siang (18/1) kota Banjarmasin ini, Sulisno melanjutkan “masalahnya lagi, keengganan merubah pakem sering dikaitkan dengan masalah kesenian yang dianggap sakral. Kesenian menjadi sakral ketika menjadi bagian dari sebuah keyakinan. Sakralitas mestinya lebih menyangkut tujuan penyelenggaraan kesenian dan hal-hal yang sifatnya substansial, bukan teknis pertunjukan.
Keyakinan-keyakinan lama yang menjadi bagian dari kesenian tradisi itu juga terus-menerus berhadapan dengan keyakinan-keyakinan baru, terutama yang bersumber dari Timur Tengah dan Barat, yang kadangkala hubungannya harmonis tetapi kadangkala juga timbul saling curiga” katanya.
Menurut dosen pengajar seni drama di Sendratasik FKIP Unlam Banjarmasin ini, bahwa “perlu perjuangan panjang untuk mengembangkan kesenian tradisi hingga menjadi lebih menarik tetapi juga tidak kehilangan akar, identitas dan nilai-nilai masyarakatnya. Yang bisa melakukan itu tentu saja para seniman Kalsel sendiri. Ide-ide perubahan dan pengembangkan biasanya sering muncul dari para seniman-seniman muda.
Dan tentunya perubahan juga mengandung berbagai resiko. Oleh karena itu  orang-orang yang telah mendapat anugerah budaya, orang-orang yang sudah mendapat gelar adat, orang-orang yang sudah dianggap tokoh dan tetua dalam suatu bidang seni  budaya, diperlukan untuk mendampingi semangat anak-anak muda itu.
Mendampingi dalam artian tidak memaksakan suatu pemikiran lama, tapi memberi masukan dan menghargai keinginan generasi muda yang selalu enerjik untuk melakukan kreasi dan menciptakan sesuatu yang baru, tanpa tercerabut dari akar budaya. Apakah para tokoh kesenian di Kalsel sudash siap mengawal perkembangan yang dilakukan anak-anak muda?” tanyanya kembali. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar