Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Rabu, 21 Desember 2011

181110-kamis(jumat)-lamut berlumut

TRADISI BERKISAH YANG KIAN BERLUMUT

BANJARMASIN - Lamut adalah salah satu sastra Banjar. Dikatakan juga sebagai cerita bertutur atau sebuah tradisi berkisah, yang kian hari semakin menghilang.
“Dikhawatirkan suatu saat nanti lamut akan punah. Disebabkan hampir tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi Palamutan (orang yang bercerita lamut), dan tidak adanya kepedulian dari masyarakat banjar itu sendiri, lembaga atau instansi senibudaya untuk melestarikian kehidupan Lamut yang semakin langka ini” kata Arsyad Indradi.
Pemerhati Budaya Drs.Mukhlis Maman pada Kamis (18/11) siang, menuturkan seputar sejarah “lamut berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Seperti halnya wayang yang diiringi dengan alat gamelan, lamut juga seperti itu . Bedanya lamut hanya diiringi dengan terbang, alat tabuh untuk seni hadrah. Mereka yang baru melihat seni lamut selalu mengira kesenian ini mendapat pengaruh dari Timur Tengah.
Pada masa Kerajaan Banjar dibawah pimpinan Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni tutur Banjar yang lain, seperti Dundam, Madihin, Bakesah, dan Bapantun.”
Arsyad Idradi menambahkan “berlamut sudah ada pada zaman kuno yaitu tahun 1500 masehi sampai tahun 1800 masehi, tetapi berceritanya tidak diiringi tarbang. Ketika Agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan, setelah Raja Banjar Sultan Suriansyah itulah  baru berlamut memakai tarbang.
Pengaruh dari alat musik Islam Hadrah dan Burdah itulah yang akhirnya mempengaruhi tatacara balamut. Sehingga Lamut juga mendapat tempat yang strategis dalam penyebaran Islam di masyarakat Banjar” kata sastrawan Kalsel ini.
Untuk waktu pelaksanaan lamut, Mukhlis menjelaskan “pelaksanaan lamut biasanya dilakukan pada malam hari mulai pukul 22.00 sampai pukul 04.00 wita atau menjelang subuh tiba, sama seperti wayang.”
Kemudian lanjut Mukhlis “pembawa cerita dalam lamut ini diberi julukan Palamutan. Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang diletakkan dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat (dinding tengah), dikelilingi oleh pendengarnya yang terdiri dari tua-muda laki-perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat di sebelah dinding tengah tadi.
Lamut berasal dari negeri China, bahasanya pun semula menggunakan bahasa Tionghoa kemudian di terjemahkan kedalam bahasa Banjar. Datangnya lamut di tanah Banjar kira-kira pada tahun 1816 yang di bawa oleh para pedagang Tionghoa ke Banjar hingga ke Amuntai
Konon orang-orang dulu sangat menyukainya karena lamut membawa cerita yang sangat banyak dan merupakan cerita pengalaman di banyak negeri yang di sampaikan secara bertutur” pungkas Mukhlis. Ara/mb05


Tidak ada komentar:

Posting Komentar