Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Rabu, 21 Desember 2011

191110-jumat(sabtu)-ritual dalang wayang3 (Dm.221110)

MASIHKAH ADA RITUAL MENJADI DALANG

BANJARMASINAda ritual tertentu sebelum seseorang menjadi dalang wayang Banjar. Namun seiring perubahan nilai budaya pada masyarakat di kota Banjarmasin membuat ritual menjadi dalang juga menghilang, bersama nilai-nilai tradisi wayang kulit Banjar itu sendiri..
Di era 1990an masih banyak pagelaran wayang kulit Banjar di seputar kota Banjarmasin, hingga memasuki abad milenium ‘2000’ hampir-hampir tidak terdengar lagi. Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diselenggarakan pada kesempatan khitanan, upacara perkawinan, dan memenuhi nazar seseorang. Kini hanya dimainkan pada hari-hari besar nasional satu tahun sekali.
Sedang upacara perkawinan dan khitanan saat ini hanya menggelar acara karaoke dan musik dangdut. Pergeseran nilai budaya masyarakat Banjar ini tidak hanya pada wayang kulit Banjar tapi juga pertunjukan tradisional lain.
Untuk mengingat kembali pertunjukan wayang kulit Banjar, seperti halnya yang dituturkan pemerhati budaya Drs.Mukhlis Maman pada Jumat (19/11) sore “tempat pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya di tanah lapang, halaman kantor atau rumah yang dapat menampung penonton, yang menyaksikannya dengan berdiri, duduk ataupun lesehan.
Untuk pertunjukan wayang kulit Banjarnya di atas panggung, lengkap dengan layar dan alat penerangan ‘blencong’, yaitu lampu dengan sumbu api berbahan bakar dari minyak kelapa.
Pada saat wayang kulit dimainkan oleh dalang, blencong tersebut dipasang di belakang layar (kelir), sehingga jatuhnya bayangan dari wayang kulit tepat pada layar. Di sisi kiri dan kanan dalang dipasang barisan wayang kulit, sementara pada penabuh gamelan duduk di belakang dalang sambil memainkan alat musiknya masing-masing.
Mukhlis melanjutkan “pengetahuan untuk menjadi dalang memiliki tatacara tertentu. Mula-mula diserahkan piduduk yaitu semacam sesajen atau syarat, yang dalam bahasa Banjar disebut pula mahar, kepada guru dalang untuk belajar. Bila murid sudah mengetahui pakem, tahu tentang tembang, mengetahui tentang gamelan maka ia batamat dengan jalan upacara mandi yang disebut badudus kemudian melakukan upacara pernafasan yang disebut bajumbang.
Dalam kondisi ini ia (calon dalang) kawin dengan Arjuna. Sebelum memainkan wayang, ia harus mampu mengucapkan Bisik Semar (mantera sebelum mendalang) dan menyarung diri (menitis) dengan Arjuna sebagai dalang sejati” tutur Mukhlis. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar