Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Minggu, 25 Desember 2011

210311-senin(selasa)-madrasah anak tiri


Madrasah Merasa Masih di Anak Tirikan

BANJARMASIN - Persoalan penerapan otonomi pendidikan, terkait keberadaan madrasah yang secara struktural berada di bawah Departemen Agama (Depag). Jika sekolah umum di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sudah diotonomikan kepada pemerintah daerah, bagaimana dengan madrasah?
Seandainya diotonomikan, lalu bagaimana dengan skema lembaga-lembaga pendidikan Islam ini. Dengan demikian kemungkinan menjadikan pendidikan di bawah satu atap akankah terwujud? Dan apa implikasinya bagi pendidikan Islam secara keseluruhan.
Prinsip otonomi pendidikan telah ditegaskan GBHN 1999-2004 tentang pendidikan yang mencakup enam hal, yaitu:
Perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu.
Peningkatan kemampuan akademik, profesional dan kesejahteraan tenaga kependidikan.
Pembahasan sistem pendidikan (sekolah dan luar sekolah) sebagai pusat nilai sikap, kemampuan dan partisipasi masyarakat.
Pembahasan dan pemantapan pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi dan manajemen.
Peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat.
Dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh.
Menyangkut adanya wacana untuk memasukkan madrasah di bawah Depdiknas, kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri 2 (Manda) Banjarmasin Drs.H.Bakhruddin Noor, beberapa waktu yang lalu, pada Senin siang (21/2), berkomentar “kalau madrasah dimasukkan ke Dinas Pendidikan (Disdik), pada prinsipnya saya sangat tidak setuju, bagaimanapun madrasah itu dari masyarakat untuk masyarakat dan untuk bangsa dan negara.
Khusus untuk pemda Banjarmasin, kami merasakan perhatian pemerintah kota untuk madrasah, masih agak kurang. Termasuk, kita pernah mengusulkan tentang pembuatan perda pendidikan untuk kota Banjarmasin, ternyata hasilnya kurang mengakomodir kepentingan dari madrasah, baik dalam bentuk fasilitas sarana prasarana, maupun bantuan operasional pendidikan.
Dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain di Kalsel, kota Banjarmasin masih kurang. Bantuan yang biasa kami terima, cuma bantuan dari pusat. Misalnya, bantuan untuk pelaksanaan ujian nasional, madrasah didaerah lain di Kalsel, untuk ujian nasional ada bantuan minimal antara 40 sd 70 ribu per siswa, seperti Tanjung, Kotabaru, Tapin dan kabupaten lain, sedangkan dari pemda Banjarmasin, tidak ada sama sekali. Terkadang informasi, mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja kita sering kali mengalami keterlambatan.
Tanggung jawab pendidikan adalah milik bersama, yang namanya tanggung jawab jangan membedakan, karena siswa-siswi dalam madrasah adalah anak-anak dari semua lapisan masyarakat.
Menanggapi persoalan ini, Drs.H.Murlan,M.MPd yang baru menjabat sebagai kepala bidang Pendidikan Menengah di Disdik kota Banjarmasin, pada Kamis (17/3) yang lalu, mengatakan “persoalan memasukkan madrasah di bawah Depdiknas, itu saya tidak mengetahui. Mengenai bantuan, memang dibawah wewenang kebijakan walikota. Tapi mengenai dana bantuan BOS yang terlambat, menurut saya mungkin itu hanya masalah kordinasi yang terganggu.
Dimata pemerintah semua sekolah itu sama, karena tenaga guru madrasah ada juga yang dari Departemen Pendidikan. Sedangkan segi pembinaan secara langsung, operasional madrasah ada di Depag, jadi Depag dan Depdiknas saling bekerjasama.
Contoh untuk guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum, dibawah pembinaan Depag. Sedangkan guru-guru mata pelajaran umum di Madrasah ada yang dari Depdiknas ada pula dari Depag. Dalam hal pembinaan guru kita saling kerjasama” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar