Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Rabu, 21 Desember 2011

221110-senin(selasa)-sejarah sasirangan (Dm.291110)

KAIN SASIRANGAN AWALNYA HANYA DIGUNAKAN UNTUK MENGOBATI ORANG SAKIT

BANJARMASIN – Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan, mempunyai sejarah yang panjang. hingga sebelum kerajaan Islam Banjar berdiri. Sebuah sejarah yang bercampur dengan hikayat cerita rakyat yang disampaikan secara lisan turun temurun. Kain yang pada awalnya hanya digunakan untuk pengobatan orang sakit.
Diceritakan bahwa dimulai dari sekitar abad XII sampai abad ke XIV pada masa kerajaan Dipa atau kerajaan Banjar yang beragama hindu. Kain sasirangan yang pertama dibuat yaitu tatkala Patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu.
Menjelang akhir tapanya rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Dilihatnya seonggok buih dan dari dalam buih terdengan suara seorang wanita, wanita itu adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini.
Tetapi ia baru muncul ke permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan kain dapat selesai sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40 orang putri dengan motif wadi atau padiwaringin.
Itulah kain calapan atau sasirangan yang pertama kali dibuat dan sering disebut oleh masyarakat sebagai batik sandang yang disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan nama Kain Sasirangan.
Pemerhati budaya Banjar Mukhlis Maman menjelaskan bahwa: “sasirangan asal katanya dari menyirang atau kain yang dijelujur dengan benang, kemudian diikat (disisit) yang kemudian diwarnai.
Dengan kata lain Kain Sasirangan adalah kain yang didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu. Pada dasarnya teknik pewarnaan rintang mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan terhalang atau tidak tertembus oleh penetrasi larutan zat warna” kata Mukhlis.
Salah seorang pengrajin kain sasirangan, Hj.Hajrah bercerita “menurut para tetua masyarakat, dulunya kain sasirangan digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit.
Tapi saat ini, kain sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi pakaian untuk kegiatan sehari-hari” tutur Hajrah pemilik Rubiyah Sasirangan di jalan Gatot Sobroto XI Banjarmasin, pada Senin (22/11) sore. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar